Langsung ke konten utama

Piramida Terbalik dalam Penulisan Berita


Piramida Terbalik

Jurnalisme seringkali disebut sebagai “literature in a hurry,” atau kesusastraan yang terburu-buru. Dalam pekerjaan-pekerjaan jurnalistik ada unsur ketergesa-gesaan – kebutuhan akan kecepatan. Itu sebabnya, sejak munculnya surat kabar sampai sekarang berkembang teknik-teknik penulisan berita yang mengacu pada kecepatan ini, sehingga berita-berita yang ditulis di surat kabar, apalagi di radio dan televisi bentuknya singkat, padat, dan ringkas.
Tetapi perlu diketahui bahwa tidak ada satu cara pun yang sama dan dipakai oleh sejumlah surat kabar dalam penulisannya meskipun acuannya masih itu-itu juga, yaitu kecepatan. Cobalah perhatikan berita-berita yang ditulis sejumlah surat kabar tentang peristiwa yang sama, maka kita akan mengerti maksud kalimat di atas.

Sebuah novel atau drama atau hampir semua yang bukan tulisan berita, pada umumnya memulai ceritanya dengan setting cerita atau latar belakang jalannya cerita, kemudian berkembang menuju klimaks. Tetapi, tidak demikian dengan berita, ia menggunakan struktur yang sebaliknya. Berita dimulai dengan ringkasan atau klimaks dalam alinea pembukanya, kemudian dikembangkan lebih lanjut dalam alinea-alinea berikutnya dengan memberikan rincian cerita secara kronologis atau dalam urutan yang semakin menurun daya tariknya. Alinea-alinea berikutnya yang memuat rincian berita disebut tubuh berita dan kalimat pembuka yang memuat ringkasan berita disebut teras berita atau lead.
Ada alasan praktis mengapa tulisan berita dibuat seperti demikian. Pertama, itu sesuai dengan naluri manusia dalam menyampaikan suatu berita, yaitu agar berita tersebut dapat cepat ditangakap oleh pendengarnya.
Selain itu meringkas berita dalam alinea pembuka juga memiliki beberapa keuntungan praktis diantaranya memungkinkan sebuah surat kabar yang terburu-buru mengambil berita dari kantor berita – misalnya kantor berita antara – bisa hanya mengambil alinea pembukannya, atau lead beritanya tanpa harus menunggu beritanya secara lengkap. Lead ringkasan juga mempermudah pembaca membaca suatu berita, memuaskan rasa ingin tahu pembaca dengan segera. Kemudian mempermudah redaktur membuat judul berita dan memungkinkan petugas bagian tata letak menyusun panjangnya berita ke dalam kolom-kolom halaman suratkabar dengan memotong berita mulai dari bawah.
5w +1h
Dalam struktur piramida terbalik sebuah berita dimulai dengan ringkasan atau klimaks dalam alinea pembukanya, kemudian dikembangkan lebih lanjut dalam alinea-alinea berikutnya dengan memberikan rincian cerita secara kronologis atau dalam urutan yang semakin menurun daya tariknya. Artinya seorang penulis berita mesti mengetahui hal apa saja yang paling hingga yang kurang penting dan menarik dari sebuah peristiwa. Untuk dapat melacak hal tersebut ada yang dikenal dengan unsur berita yaitu 5W+1H yaitu who (siapa) adalah nama lengkap dari orang-orang yang terlibat dalam sebuah kejadian. Jangan lupa harus tepat ejaan namanya.
1.      what (apa) adalah tentang apa sebuah peristiwa yang terjadi.
2.      when (kapan) adalah waktu terjadinya sebuah peristiwa.
3.      where (dimana) adalah lokasi kejadian tempat terjadinya peristiwa.
4.      why (mengapa) adalah penyebab terjadinya peristiwa tersebut.
5.      how (bagaimana) adalah gambaran terjadinya sebuah peristiwa.
Luwi Ishwara kemudian juga menambahkan unsur so what (lalu apa) yaitu dampak sebuah peristiwa terhadap orang-orang yang terlibat dalam sebuah peristiwa. Lebih jauh juga perlu diterangkan dampaknya bagi pembaca.
Seorang jurnalis yang sudah berpengalaman memiliki kemampuan untuk “mencium” unsur berita mana yang tepat untuk mengawali dan mengakhiri sebuah tulisan berita. Meski demikian, bagi penulis yang masih pemula bisa menggunakan beberapa trik untuk dapat menentukan unsur berita mana yang paling penting atau menarik dan sebaliknya. Cara yang bisa dilakukan adalah:
1.      Menempatkan diri kita sebagai seorang pembaca. Apa yang membuat berita itu penting dan menarik?  Seandainya kita terkena dampak berita tersebut, apa yang diinginkan dan dibutuhkan untuk mengetahui peristiwanya?
2.      Cara lain adalah dengan metode garis waktu yaitu dengan cara menelusuri urutan kejadian itu. Mulai dari saat ini, kemudian  melihat ke masa mendatang. Apa yang terjadi sekarang? Bagaimana peristiwa itu mulai berkembang? Pertanyaan yang memberikan jawaban tentang latar belakang dan kronologi dari berita kita.
3.      Teknik yang juga bisa digunakan adalah dengan membayangkan diri sebagai seorang detektif yang menghadapi misteri atau konflik suatu kasus pembunuhan. Pertanyaan apa yang akan kita ajukan untuk memecahkan masalah atau kejahatan itu? Pertanyaan-pertanyaan ini akan berpusat pada apa yang terjadi, motif, akibat, dan petunjuk untuk mengungkapkan kebenaran.
4.      Kita juga bisa memulai dengan membuat daftar dari semua pertanyaan yang timbul dalam pikiran menganai gagasan berita kita. Kemudian dengan menggunakan semua teknik yang sudah disebutkan, mulai mengerahkan daya tentang hal-hal penting yang ingin kita liput – brainstroming and mapping technique. 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ellipsis in Discourse Analysis

The essential characteristic of ellipsis is something that is present in the selection of underlying (systematic) option that omitted in the structure. According to Halliday and Hasan (1976: 143), ellipsis can be regarded as substitution by zero. It is divided into three kinds, namely nominal ellipsis, verbal ellipsis, and clausal ellipsis. 1)         Nominal Ellipsis Nominal ellipsis means the ellipsis within the nominal group or the common noun that may be omitted and the function of head taken on by one of other elements (deictic, numerative, epithet or classifier). The deictic is normally a determiner, the numerative is a numeral or other quantifier, the epithet is an adjective and the classifier is a noun. According to Hassan and Halliday, this is more frequently a deictic or a numeral than epithet or classifier. The most characteristic instances of ellipsis, therefore are those with deictic or numerative as head.

Lexical Cohesion in Discourse Analysis

Lexical Cohesion Lexical cohesion comes about through the selection of items that are related in some way to those that have gone before (Halliday, 1985: 310). Types of lexical cohesion are repetition, synonymy and collocation. Furthermore, Halliday and Hasan (1976: 288) divide types of lexical cohesion into reiteration (repetition, synonymy or near-synonym, superordinate and general word) and collocation.

Substitution: A Grammatical Cohesion

Grammatical Cohesion According to Halliday and Hasan (1976: 4), cohesion occurs when the interpretation of some elements in the discourse is dependent on that of another. It concludes that the one element presupposes the other. The element cannot be effectively decoded except by recourse to it. Moreover, the basic concept of it is a semantic one. It refers to relations of meaning that exists within the text. So, when this happens, a relation of cohesion is set up, and the two elements, the presupposing and the presupposed, are thereby integrated into a text. Halliday and Hasan (1976: 39) classify grammatical cohesion into reference, substitution, ellipsis and conjunction. Substitution Substitution is a relation between linguistic items, such as words or phrases or in the other word, it is a relation on the lexico-grammatical level, the level of grammar and vocabulary, or linguistic form. It is also usually as relation in the wording rather than in the meaning. The criterion is the gram