Langsung ke konten utama

Narasumber dalam Pencarian Berita

Maradona in an Interview
           Bagian terpenting dari wawancara adalah narasumber. Karena itu seorang wartawan mesti memahami beberapa hal mengenai narasumber. Sumber penting untuk mengembangkan suatu cerita dalam memberikan makna dan kedalaman suatu peristiwa atau keadaan. Mutu tulisan wartawan tergantung dari mutu sumbernya. Semua sumber, baik itu orang (human sources) maupun informasi seperti dari catatan, dokumen, referensi, buku, kliping, dan sebagainya (physical sources) yang akan digunakan oleh wartawan haruslah disebutkan asalnya (attributed). Karena bila tidak, itu suatu tindakan plagiat.
Namun, dalam menggunakan sumber, wartawan harus tetap skeptis. Melvin Mencher dalam bukunya News Reporting and Writing mengatakan bahwa sumber manusia ini terkadang kurang bisa begitu dipercaya bila dibandingkan dengan sumber-sumber seperti dokumen, referensi, buku, dsb. Orang atau pejabat yang terlibat dalam peristiwa bisa mempunyai kepentingan untuk melindungi. Mereka biasanya bukan pengamat yang terlatih dan terkadang menceritakan apa yang mereka pikir diinginkan oleh wartawan.
Bila ingin menggunakan orang sebagai sumber, wartawan harus mencari sumber yang layak atau memenuhi syarat untuk bicara. Sebaliknya, dalam menggunakan catatan atau klipingpun wartawan harus hati-hati karena mungkin saja sudah ada perkembangan baru, sementara berita kelanjutannya (follow-up news) itu tidak pernah disiarkan. Misalnya dalam proses perkara kriminal, seorang yang semula diduga bersalah terbukti disidang pengadilan tidak bersalah. Berita awalnya disiarkan tetapi berita kelanjutannya tidak ada.
Narasumber yang paling baik adalah seorang yang berpengetahuan dalam sesuatu bidang dan yang memiliki perasaan tajam yang sama dengan sang wartawan tentang perlunya publik mengetahui apa yang sedang terjadi sebenarnya. Narasumber semacam ini bahkan menelepon wartawan jika ia mengetahui tentang adanya sesuatu yang penting bagi publik. Dia memahami kebutuhan wartawan bertanya padanya tentang hal itu. Yang penting diketahui adalah bahwa setiap narasumber memiliki motif dalam memberikan informasi kepada wartawan. Demikian pula, setiap narasumber pun mempunyai keberatan-keberatan untuk memberikan informasi kepada wartawan demi memelihara hubungan baik. Kapan harus menekannya untuk mendapatkan lebih banyak dan kapan harus mundur.
Macam-macam Narasumber
        Ilmuwan
Ilmuwan dianggap sebagai narasumber paling sensitif diantara narasumber lainnya dalam hal memberikan keterangan kepada pihak-pihak lain di luar disiplin ilmunya. Para ilmuwan, sama seperti juga wartawan, sama mengejar kebenaran. Ilmuwan mengejar kebenaran baru, yang belum ditemukan, dan mempunyai kepentingan dalam menyampaikan kebenaran baru yang ditemukan dengan sikap sangat saksama dana korek.
Hubungan antara wartawan dan narasumber tidak semudah yang dibayangkan jika dimaksudkan untuk karya jurnalistik yang lebih serius. Marilah kita lihat apa yang ada dalam pemikiran seseorang ilmuwan yang baru saja menyelesaikan suatu proyek penelitian. Tirulah pada akhirnya sang ilmuwan yakin akan kebenaran hipotesisnya. Ia telah menemukan kebenaran. Setelah bernapas lagi yang pertama, dua keraguan masih menghinggapinya: apakah ini memang benar, dan akankah masyarakat ilmuwan memahami dan menerimanya? Ia mencari jawaban atas dua pertanyaan tersebut dengan menunjukan metode-metode  penelitiannya dan hasil-hasilnya agar diteliti lagi dengan cermat oleh ilmuwan-ilmuwan lain. Jika penelitiannya ketika ditiru ulang menghasilkan temuan-temuan, dia lalu membicarakannya dan memasukkannya ke dalam penelitian mereka selanjutnya. Ia dapat merasa yakin dan puas seperti setiap orang merasakannya, juga ketika jerih-payah pribadinya mencapai sukses.
Sang wartawan tentu saja tidak memainkan peranan dalam proses yang digambarkan di atas. Hanya ketika rekan-rekan sang ilmuwan menerima penelitiannya, maka sang ilmuwan menerima penelitiannya, maka sang ilmuwan baru benar-benar ingin mempublikasikan hasil penelitiannya itu lebih lanjut. Itulah sebabnya mengapa para wartawan menaruh perhatian pada jurnal-jurnal ilmiah.
Jika sang ilmuwan sudah menerbitkannya dalam jurnal yang ditakzimkannya, maka karyanya akan dicurigai. Kemudian, kemungkinan besar ia dituduh menekan rekan-rekannya sesama ilmuwan utuk menerima pendapat-pendapatnya. Kemudian, pers mungkin menerima pendapat-pendapatnya. Kemudian, pers mungkin kesulitan untuk menerima pendapat-pendapatnya. Kemudian, pers mungkin kesulitan untuk memberitakan secara akurat tentang temuan-temuan sang ilmuwan dan kesalahan-kesalahan apa pun yang timbul akan menjatuhkan nama sang ilmuwan. Tetapi, jika hasil-hasil penelitian sang ilmuwan telah diterima oleh rekan-rekannya, maka sang ilmuwan pun mau membagi hasil-hasil itu dengan dunia. Ia percaya bahwa pengetahuan  publik tentang suatu prestasi ilmiah membawa kemajuan bagi kemanusiaan.
Ketika seorang wartawan dan seorag ilmuwan berusaha memahami sudut pandang masing-masing tentang suatu berita, maka hubungan cinta-benci profesional pun dapat terjadi. Untunglah bagi wartawan maupun ilmuwan hubugan antar keduanya didasari oleh nalar dan sedikit saja oleh emosi dibandingkan dengan hubungan cinta. Tetapi, seorang wartawan yang bijaksana akan mengejar ilmuwan yang memberikan kesan akan menjadi narasumber yang baik dengan semangat besar dan sekaligus dengan kepedulian besar.
        Birokrat
Selain hubungan dengan landasan abstrak di atas, banyak lagi hubungan dengan landasan kurang abstrak. Salah satu diantaranya adalah hubungan antara wartawan dengan birokrat. Dari sudut pandang wartawan, seorang birokrat adalah orang yang untuk melaksanakan tugas-tgasnya harus memperoleh kerjasama dari publik dalam hal ini memperoleh kerjasama dari publik dan dalam hal ini memperoleh kerjasama melalui media. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang menjadi bagian sebuah institusi dan memiliki kompetensi untuk menjelaskan apa yang tengah terjadi terkait hal yang dinaungi oleh institusi tersebut seperti Dinas Pendapatan Pajak untuk soal pajak, atau pemerintah daerah dalam soal pemilihan kepala daerah.
Para birokrat menginginkan media memahami dengan tepat apa yang perlu diketahui oleh publik. Para birokrat itu juga tahu bahwa apa yang perlu diketahui oleh publik. Para birokrat itu juga tahu bahwa suatu saat di masa mendatang ia mungkin memerlukan seorang wartawan sebagai jalan pintas masuk media dalam keadaan darurat.
         Politisi
Politisi memiliki motivasi yang sedikit berbeda dalam mencari perhatian publik melalui media. Seorang politisi adalah seorang yang berusaha meniti tangga kepemimpinan institusi sosial atau mengubah institusi. Politisi berusaha “menggerakan” segala sesuatu (birokrat berusaha melaksanakan sesuatu yang sudah tetap). Politisi berusaha bergerak maju menghadapi oposisi, kadang-kadang oposisi yang sangat aktif. Untuk melakukan hal tersebut, politisi harus merebut opini publik melalui media. Politisi berusaha menarik dan merebut perhatian wartawan. Demikiam pula politisi lawannya. Reporter berusaha mendamaikan apa yang datang dari kedua kubu politisi tersebut dan memeriksa apa yang datang dari kedua kubu politisi serta memeriksa apa yang diklaim oleh keduanya. Hal itu serupa dengan mewawancarai pelatih dari kedua tim yang sedang bertanding. Dalam hal ini seorang wartawan harus menghindari favoritisme. Jika terdapat favoritisme maka pihak yang menjadi favorit akan memanipulasi dan hak lawan akan menolak.
         Anggota yang tidak puas
Anggota yang tidak puas dalam sebuah organisasi merupakan narasumber yang seringkali digunakan dalam reportase investigatif yang akan dibicarakan dalam bab setelah ini. Tetapi, sumber-sumber semacam itu penting juga dalam reportase interpretatif karena mereka memberikan pandangan tentang kelemahan-kelemahan institusi yang tidak mungkin diperoleh dengan cara lain. Dalam hal ini, narasumber tidak bekerja atas kemauannya sendiri seperti dalam halnya politisi, tetap untuk menyerang seseorang yang lain. Para politisi yang bersaing terkadang saling mengerti dan menghargai. Merek itu seperti rubah berbulu sama. Sebaliknya, narasumber yang tidak puas kurang kemungkinannya untuk terus dipakai sebagai sumber informasi jika anda melakukan tugas reportase secara seimbang dengan memegang prinsip cover both side (meliput kedua belah pihak) dalam peliputan.
        Pengejar Publisitas
Sementara narasumber juga bisa jadi merupakan pengejar publisitas – publicity seeker. Mereka seringkali memburu ruangan-ruangan redaksi suratkabar. Dalam dosis yang kecil, mereka bisa menjadi mata dan telinga tambahan yang berguna. Mereka jarang memberikan sumbangan pada interpretasi yang tajam tentang suatu isu , tetapi informasinya bermanfaat.
        Pejabat Humas
Bagi seorang wartawan interpretatif, sumber resmi yang bernama pejabat humas (hubungan masyarakat) amat penting. Orang ini mencurahkan sebagian besar waktunya untuk memikirkan dalam-dalam tentang kebijakan-kebijakan, tindakan-tindakan dan rencana-rencana instansi yang menyediakan banyak sekali informasi dan membuka pintu lebar-lebar untuk menyediakan banyak sekali informasi dan membuka pintu lebar-lebar untuk mempertemukan wartawan dengan pejabat-pejabat yang berwenang asalkan hasil liputannya seperti yang mereka inginkan. Pejabat humas merupakan narasumber yang dapat membawa kenarasumber-narasumber lain. Ia juga dapat memberikan informasi serta merespon interpretasi tentang isu-isu tertentu dengan pemahaman mendalam.
        Sumber Anonim
Sumber juga bisa membahayakan atau menimbulkan kerugian bagi wartawan atau media, terutama sumber yang tidak mau disebutkan namanya. Sumber anonim ini disebut juga sumber buta (blind source). Banyak wartawan Amerika dipenjara atau didenda sejak 1958 karena menolak menyebutkan nama sumber yang dilindunginya di sidang pengadilan. Wartawan pertama yang dipenjara 10 hari adalah Marie Torre, kolumnis radio-TV untuk New York Herald Tribune. Ia menolak menyebutkan nama sumber, seorang eksekutif di CBS yang mengatakan bahwa bintang film dan penyanyi Judy Garland disingkirkan dari program CBS karena kegemukan.
Memang ada juga sumber rahasia yang terkenal, yaitu “Deep Throat.” Nama tersebut diberikan oleh wartawan jika mereka berargumentasi untuk hak melindungi sumber rahasia tertentu. Hynes Jhonson, wartawan-kolumnis Washington Post mengatakan, perlindungan sumber dalam reportase investigasi Watergate memang perlu. Orang yang menceritakan tentang kejahatan yang jelas merusak tatanan demokrasi kita akan hancur kariernya bila namanya diungkapkan. Pendukung prinsip kerahasiaan mengatakan bahwa bila wartawan tidak bisa menjanjikan proteksi, banyak orang yang tidak mau bicara. Bila anda memberitakannya ketika hakim memerintahkan untuk mengungkapkan sumber rahasia, sumber-sumber lain akan bungkam.
Deborah Howell, editor di Washington untuk surat kabar Newhouse, mengingatkan untuk jangan pernah memakai sumber anonim untuk menyampaikan suatu opini tentang orang lain. Selain itu seorang wartawan juga tidak boleh memakai sumber anonim sebagai kutipan pertama dalam sebuah berita.
Identitas Sumber
Menegaskan kembali jika mutu suatu tulisan antara lain ditentukan oleh sumber. Siapa atau apa yang menjadi sumber itu harus jelas sehingga pembaca dapat menilai sendiri. Karena itu nama atau asal sumber ini harus dicantumkan, siapa dia dan apa kemampuan, keahlian, atau keterampilan sumber itu. Kalau itu buku, catatan, dokumen itupun harus disebutkan. Pencantuman nama sumber tidak membuktikan bahwa apa yang dikatakannya itu selalu benar. Hal ini dilakukan wartawan hanya untuk meletakan tanggung jawab bahwa benar sumber mengatakan demikian. Wartawan yang sangat memeperhatikan kebenaran enggan berhenti sampai pada pencantuman nama sumber saja, tetapi sering terhalang oleh tekanan deadline bila ingin bergerak lebih jauh untuk memverifikasi bahan tulisan itu. Namun demikian, ada verifikasi rutin tertentu yang harus dilakukan wartawan seperti mengecek nama, informasi latar belakang dan informasi-informasi  yang meragukan.
Nancy Woodhull, redaktur pelaksana dari Rochester, NY,  Democrat & Chornical, berpendapat bahwa sumber yang tidak mau disebut identitasnya secara penuh harus disebutkan alasannya: apakah ia khawatir kehilangan pekerjaan, keselamatan diri atau keluarganya terancam, atau alasan lainnya. Kita harus tahu motif si sumber mengapa tidak mau disebutkan namanya dan berbagi ini dengan pembaca kita.
Berhubungan dengan sumber rahasia ini maka APME (Associated Press Managing Editors) Freedom of Information Committee menetapkan:
1.      Dalam tulisan investigasi atau yang sensitif, usahakan sedapat mungkin agar sumber itu “on the record”. Jadi nama sumber harus jelas.
2.      Bila sumber tetap menolak, tanyakan apakah ia setuju tetap dirahasiakan kecuali bila menghadapi tuntutan hukum.
3.      Bila kedua usaha gagal, maka bicarakan antara wartawan dengan editor dan pengacara.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ellipsis in Discourse Analysis

The essential characteristic of ellipsis is something that is present in the selection of underlying (systematic) option that omitted in the structure. According to Halliday and Hasan (1976: 143), ellipsis can be regarded as substitution by zero. It is divided into three kinds, namely nominal ellipsis, verbal ellipsis, and clausal ellipsis. 1)         Nominal Ellipsis Nominal ellipsis means the ellipsis within the nominal group or the common noun that may be omitted and the function of head taken on by one of other elements (deictic, numerative, epithet or classifier). The deictic is normally a determiner, the numerative is a numeral or other quantifier, the epithet is an adjective and the classifier is a noun. According to Hassan and Halliday, this is more frequently a deictic or a numeral than epithet or classifier. The most characteristic instances of ellipsis, therefore are those with deictic or numerative as head.

Lexical Cohesion in Discourse Analysis

Lexical Cohesion Lexical cohesion comes about through the selection of items that are related in some way to those that have gone before (Halliday, 1985: 310). Types of lexical cohesion are repetition, synonymy and collocation. Furthermore, Halliday and Hasan (1976: 288) divide types of lexical cohesion into reiteration (repetition, synonymy or near-synonym, superordinate and general word) and collocation.

Substitution: A Grammatical Cohesion

Grammatical Cohesion According to Halliday and Hasan (1976: 4), cohesion occurs when the interpretation of some elements in the discourse is dependent on that of another. It concludes that the one element presupposes the other. The element cannot be effectively decoded except by recourse to it. Moreover, the basic concept of it is a semantic one. It refers to relations of meaning that exists within the text. So, when this happens, a relation of cohesion is set up, and the two elements, the presupposing and the presupposed, are thereby integrated into a text. Halliday and Hasan (1976: 39) classify grammatical cohesion into reference, substitution, ellipsis and conjunction. Substitution Substitution is a relation between linguistic items, such as words or phrases or in the other word, it is a relation on the lexico-grammatical level, the level of grammar and vocabulary, or linguistic form. It is also usually as relation in the wording rather than in the meaning. The criterion is the gram