Langsung ke konten utama

Teknik Mencari Berita (How to Get News)


make an interview
Wartawan selalu memulai pekerjaannya dengan rapat redaksi. Rapat redaksi menentukan berita apa yang mesti dicari wartawan. Hal pertama yang mesti dipahami seorang wartawan adalah ia harus tahu banyak. Dia harus tahu ke mana mencari informasi dan siapa yang harus ditanya.
Mark Potter,wartawan televisi ABC, menamakan data mengenai sumber berita sebagai “kitab suci.” Ia membawanya kemanapun pergi, yaitu sebuah buku lusuh berukuran 17 x 23 cm yang berisi nama, profesi, alamat, nomor telepon, dan keterangan penting lain dari sumber berita. Mark mengatakan, ia tidak bisa bekerja tanpa buku tersebut.
Sekarang, dalam abad komputer, “kitab suci” Mark Potter itu akan lebih canggih. Wartawan akan lebih mudah, lebih lengkap, dan lebih banyak lagi menyimpan informasi dan data yang dibutuhkan. Tentunya data tersebut mesti terus diperbaharui dan diperbaiki terkait perubahan-perubahan sehingga wartawan memiliki keterangan yang mutakhir. Pelajaran yang dapat kita petik dari kisah Mark Potter adalah wartawan yang baik harus selalu siap dengan data yang lengkap dan akurat mengenai sumber berita yang dapat digunakan setiap saat di mana pun.
Wartawan yang melipur peristiwa publik harus melalui jalan yang panjang dan tidak rata sejak mereka bergerak dari suatu gagasan orisinal sebuah cerita atau penugasan sampai pada produk akhir. Sementara tidak ada peta yang eksplisir untuk membantunya sepanjang jalan, maka dibutuhkan strategi-strategi kreatif karena ada banyak rambu petunjuk yang harus di cek.
Ada beberapa petunjuk yang dapat membantu wartawan dalam mengumpulkan informasi seperti yang dikemukakan oleh Eugene J. Webb dan Jerry R. Salancik, yaitu:
1.      Observasi langsung ataupun tidak langsung dari situasi berita.
2.      Pencarian bahan-bahan melalui dokumen publik
3.      Partisipasi dalam peristiwa.
4.      Proses wawancara
Seorang wartawan terkadang menggunakan satu atau bahkan semua teknik yang ada. Seringkali informasi wartawan didapat dari obeservasi langsung, yaitu menyaksikan peristiwa yang sedang terjadi, seperti mendengarkan pidato, menyaksikan kebakaran , atau menonton pertandingan sepak bola. Dalam liputan seperti ini, wartawan jarang terlibat dalam tulisannya dan terbatas pada apa yang diamati secara pasif (passive recipient). Dalam ajaran jurnalisme yang lama, cara ini adalah jalan menuju objektivitas. Laporkanlah apa yang dilihat dan didengar, demikian perintah itu, maka kebenaran akan muncul dengan sendirinya.
Dalam perjalanan sejarah kita lihat bahwa ajaran jurnalisme yang lama ini terkadang tidak mengungkap kebenaran yang sesungguhnya. Kebenaran yang didapat adalah kebenaran permukaan seprti apa yang dilihat dan didengar wartawan pada saat itu (objektivitas buta/steril). Seperti misalnya Kompas (15/9/2010) memuat pernyataan Panglima TNI Djoko Susanto yang mengatakan bahwa tiga teknisi Rusia yang sedang merakit pesawat tempur Sukhoi di Makasar meninggal karena sakit jantung. Namun keesokan harinya, Kompas (16/9/2010) memuat hasil penelitian forensik yang mengemukakan bahwa didalam tubuh ketiga teknisi terdeteksi adanya metanol. Jadi yang sebenarnya penyebab kematian teknisi Rusia tersebut adalah karena keracunan minuman keras yang dicampur dengan metanol, bukan karena serangan jantung. Informasi yang sudah menyebutkan (nama) sumbernya tidak menjamin kebenarannya. Bagi wartawan ini baru setengah jalan, masih diperlukan verifikasi. Dalam verifikasi wartwan sering mendapat kendala waktu (deadline) dan prosedur keamanan.
Dalam mengahadapi pernyataan-pernyataan yang isinya meragukan, Kristina Borjesson menulis dalam buku Into the Buzzsaw bahwa wartawan harus waspada dan mau menggali kedalaman untuk mendapat informasi lebih lanjut. Wartawan harus kreatif dalam mendapat kebenaran dan mengungkapkannya. Borjesson mengatakan bahwa memang terkadang pers tidak memiliki pilihan lain kecuali menerima pernyataan-pernyataan narasumber resmi seperti apa adanya. Tetapi pers bisa menarik pelajaran dari presiden Amerika Serikat Ronald Regan dalam menghadapi sumber-sumber yang tidak jujur. Regan harus berkomunikasi bernegosiasi  bahkan makan bersama dengan pemimpin Uni Soviet, Mikhail Gorbachev. Ketika pembicaraan sampai pada kekuatan persenjataan , Regan akan melontarkan senyuman yang khas dan mengucapkan kata-kata yang kini menjadi terkenal: “Trust, but verivy.” Maksudnya, “Saya tidak akan hanya percaya Anda, saya akan mengecek segala sesuatu yang anda katakan.”
Kadangkala untuk mendapatkan informasi, wartawan harus bergerak keluar dari batas-batas peristiwa. Hal ini bisa melibatkan pekerjaan yang sederhana seperti membuka kliping, atau terlibat pekerjaan yang kompleks seperti menghubungi sejumlah sumber untuk konfirmasi, reaksi, atau penjelasan. Dalam reportase investigasi, komputer telah menjadi alat yang sangat potensial untuk mendapatkan informasi antara lain dengan menggunakan pencarian melalui world wide web (www). Ada kalanya, untuk medapatkan informasi wartawan harus melibatkan diri. Dia menciptakan suatu peristiwa dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Konferensi pers, merekam pendapat umum (man-on-the street poll), berita investigasi adalah contoh yang umum di mana wartawan sendiri “membuat” berita.
Observasi Langsung
Penulisan informatif bertumpu pada fakta dan fakta yang paling meyakinkan adalah dihimpun wartawan dengan observasi langsung. Wartawan yang mengamati langsung suatu peristiwa dapat membuat cerita itu menjadi lebih hidup. Tradisi persuratkabaran menaruh kepercayaan besar pada tulisan yang didasarkan pada saksi mata. Bila saksi mata dan wartawan adalah satu, maka kondisi ini ideal. Berita akan tersaji dengan penuh warna dan akurat.
Dalam beberapa hal atau model observasi langsung ini memang akan memuaskan harapan pembaca. Seperti misalnya pada sebuah pidato bila yang butuh diketahui adalah kata-kata si pembaca; atau pada sebuah bencana alam bila yang dibutuhkan adalah deskripsi kejadian. Ini adalah ajaran gambaran-cermin (miror-image) lama dalam jurnalisme, yang dianggap jalan menuju objektivitas.
Membatasi wartawan pada observasi langsung bisa menghasilkan distorsi tersendiri. Ada limitasi atau keterbatasan, yaitu wartawan dibatasi pada penulisan peristiwa saja. Bila tidak terjadi sesuatu, maka tidak ada yang harus diberitakan. Namun, kita tahu bahwa kenyataan menunjukan bahwa “tidak ada sesuatu yang terjadi” terkadang juga layak untuk menjadi berita. Umpamanya, wartawan kepolisian yang tiap hari menuliskan kejahatan dan kecelakaan fatal lalu lintas, atau satu tahun tanpa terjadi pembunuhan, maka nilai berita di sini adalah hasil dari tidak adanya kejadian (non-event).
“Pre-event” dan “Post-event”
Observasi langsung saja tidak cukup bagi seorang wartawan. Dia harus mengembangkan beberapa metode observasi untuk mengisi atau melengkapi observasi langsung dan keterbatasan-keterbatasannya. Strategi pengumpulan informasi tidak langsung ini bisa dikategorikan sebagai prosedur pra-peristiwa (pre-event) dan pasca-peristiwa (post-event).
Yang dimaksud dengan observasi pra-peristiwa adalah mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk suatu lipuatn yang baik, apakah suatu pertemuan, pidato, wawancara, ataupun informasi latar belakang. Persiapan ini mengarah pada suatu riset pra-peristiwa (pre-event research). Caranya adalah dengan membuka kembali catatan-catatan, dokumentasi, buku, dan sebagainya yang ada hubungannya dengan peristiwa yang akan diliput. Dengan persiapan ini maka wartawan akan datang menghadiri suatu peristiwa dengan siap berbuat sesuatu yang lebih dari sekedar pasif mencatat saja.
Tugas observasi tidak berhenti setelah peristiwa berakhir. Jika situasi berita itu kompleks dan melibatkan berbagai macam orang (yang langsung maupun yang potensial), wartawan ingin agar semua terwakili dalam tulisannya terlepas orang itu terlibat dalam peristiwa maupun tidak. Ungkapan “dua sisi” (both sides) menjebak wartawan pada pemikiran bahwa hanya ada dua pihak dalam satu isu, padahal terkadang melibatkan tiga, empat atau lebih pihak. Sedapanya wartawan harus menghubungi berbagai pihak (all-sides). Berbagai sumber perlu untuk dihubungi untuk melindungi tulisan dari prasangka atau distorsi. Pendekatan ini juga memberikan kredibilitas pada tulisan.
Tindakan wartawan yang menghubungi berbagai narasumber kenyataannya adalah disiplin verifikasi. Memang dalam praktik seperti dikatakan oleh Chris Berdik, tidak semua bisa diverifikasi. Ada kalanya wartawan bekerja atas dasar kepercayaan. Berdik mengatakan: “semakin lama saya bekerja sebagai wartawan semakin sadar bahwa sementara kita membanggakan skeptis dan cek ulang, untuk hal-hal tertentu kita lebih mengandalkan kepercayaan, keyakinan, kebiasaan, dan konsep”.
Namun, alasan Chris Berdik di atas bukanlah alasan bagi wartawan untuk tidak melakukan verifikasi. Dalam praktik juga banyak wartawan yang malas untuk melakukan verifikasi. Biasanya alasan yang dikemukakan adalah kendala waktu. Gareth Brauwyn, pengarang Jamming the Media, mengatakan tidak ada maaf bagi reportase yang buruk. Bila seorang wartawan menulis berita, dia harus melakukan segala usaha yang masuk akal untuk meyakinkan bahwa apa yang diceritakan itu masuk akal.
Sistem “Beat”
Kerangka untuk mendapatkan sumber berita tidak selalu membantu wartawan untuk mendapatkan berita. Karena hal itu, kebanyakan organisasi pemberitaan kemudian menerapkan struktur tradisional dalam mengumpulkan berita, yaitu memakai sistem “beat.” Sistem ini membebankan kepada wartawan untuk suatu wilayah berita tertentu. Itulah beat-nya, sekaligus wilayah dan tambatannya.
Sistem beat ini mengarah pada spesialisasi bidang. Ada beberapa macam bidang dalam surat kabar, seperti politik, ekonomi, pendidikan, olahraga, pertanian, kepolisian, metropolitan, hukum, ilmu pengetahuan, perburuhan, dan banyak lagi. Beat ini berbeda antara surat kabar yang satu dengan surat kabar lainnya, tergantung dari besar kecilnya dan kehususan suatu surat kabar. Biasanya seorang wartawan akan ditugaskan pada suatu beat pada awal kariernya. Dia akan menghabiskan sebagian besar harinya di sana. Dia akan membangun dan memelihara hubungan baik dengan pejabatnya, bercengkerama, berbagi rasa, berbagi masalah dan kepentingan. Wartawan akan mempelajari kejanggalan, kebiasaan serta kepribadian yang akan membantu ketika mengahadapi mereka untuk mendapatkan informasi.
Sistem beat ini memiliki beberapa kelebihan diantaranya wartawan akan lebih mudah dan cepat dalam mendapatkan informasi, hubungan tiap hari bisa mengarah pada persahabatan, kepercayaan, dan kerjasama dengan sumber berita, hubungan dengan seorang pembantu atau ajudan semisal sama pentingnya dengan pejabatnya sendiri sebab wartawan membutuhkan isyarat atau petunjuk dalam memperoleh akses terhadap informasi.
Wartawan yang mengikuti cerita yang sama dari hari ke hari, yang berhubungan dengan orang-orang yang sama akan mengembangkan kedalaman dan keahlian yang akan membantu menghasilkan tulisan yang akurat dan lengkap. Jarang ada peristiwa yang lolos dari pengamatannya. Ia jarang kebobolan berita atau menghadapi pintu yang tertutup.
Peliputan rutin suatu beat juga akan membantu wartawan untuk melakukan salah satu fungsi utama jurnalisme, yaitu pengamatan terhadap lingkungan atau kondisi sekelilingnya. Ini adalah cara yang efisien untuk memonitor kegiatan di daerah lingkungan sosial yang biasanya menghasilkan berita.
Sebetulnya, bagi wartawan luar beat yang mencoba memasuki suatu  beat akan menemui kesulitan. Dia sering tidak tahu siapa yang mesti duhubungi untuk mendapatkan informasi. Selain itu pejabat yang dihubungi mungkin juga tidak mengenal atau bahkan mempercayainya. Mungkin, wartawan ‘luar’ tersebut juga akan mendapatkan jawaban yang tidak menyenangkan atau jawaban yang sangat hati-hati. Mungkin pula, ia akan dihalangi oleh pejabat tersebut karena mereka khawatir akan memunculkan masalah baru bila ucapan atau pendapat yang disiarkan itu ditafsirkan secara tidak tepat oleh wartawan yang tidak dikenalnya tersebut.
Namun, karena posisinya yang tidak berada di dalam, wartawan luar beat  justru bisa terhindar dari jebakan-jebakan yang kerap menjerumuskan wartawan beat. Mereka inilah yang biasanya paling mampu untuk melihat berbagai jebakan yang terdapat dalam reportase beat. Ada beberapa jebakan yang dapat ditengarai seperti jebakan perkoncoan (cronyism). Wartawan beat sering menghargai sumbernya terlalu ekstrim. Ia cenderung melindungi mereka dari berita-berita yang merugikan.
Ada kecenderungan – ahli ilmu sosial menyebutnya sosialisasi – untuk mendapatkan kepercayaan dan penghargaan dari orang dengan siapa wartawan bekerja. Hal ini menghambat prinsip obyektivitas. Wartawan beat yang sepanjang hari berbicara dengan polisi tidak hanya menimbulkan hubungan sumber yang baik tetapi wartawan ini juga akan memulai berpikir seperti seorang polisi. Ini mengapa pengadilan Amerika tidak pernah mau menerima wartawan beat kepolisian sebagai juri dalam perkara kriminal.
Jebakan bagi wartawan beat juga bisa berbentuk myopia yaitu suatu pandangan yang dangkal. Wartawan beat cenderung kehilangan perspektif tentang relatif pentingnya subyek yang diliput. Apa yang dianggapnya sepele oleh editornya, bagi si wartawan dianggap sangat penting; begitu juga sebaliknya. Beat-nya adalah dunianya dan dia kadang-kadang gagal melihat dunia seperti yang dilihat oleh pembaca dan pengamat dari luar media.
Wartawan beat akan memandang beat-nya sebagai milik pribadi. Dia akan menentang wartawan lain yang ingin masuk ke wilayahnya untuk meliput berita. Dia buta pada kenyataan bahwa beat adalah suatu siptaan di mana batas-batas mutlak dari berita tidak berlaku. Wartawan beat terkadang terjebak dengan egonya.
Sistem beat membuat tulisan menjadi sempit karena batas-batas beat menjadi dinding psikologis yang mem-block wartawan untuk mengembangkan beritanya. Bayangkan seorang wartawan beat yang meliput sidang pencemaran lingkungan. Cerita penting dan menarik mungkin akan didapat dari investigasi di luar pengadilan. Tetapi mental wartawan beat akan membatasi usahanya hanya terhadap apa yang terjadi di pengadilan. Tentu, editor dapat menugaskan untuk suatu cerita lanjutan (follow-up stories) atau melibatkan wartawan lain, tetapi penugasan demikian akan memakan waktu, tenaga, dan visi.
Ada kecenderungan dari wartawan beat untuk meliput segala sesuatu yang ada dalam wilayahnya. Orang luar dapat melihat lebih obyektif dan mengangkat hal-hal yang penting. Wartawan beat melihat dan mendengar terlalu banyak, dan cenderung memeratakan ketimbang memilih informasi. Dengan demikian waktu yang tersedia untuk menangani berita-berita penting juga akan sempit sehingga tulisannya menjadi dangkal. Dia tidak akan mempunyai waktu untuk mengecek pada sumber berita lain (secondary source) atau menggali latarbelakang yang perlu untuk suatu berita kompleks.
Wartawan yang baik sadar akan jebakan-jebakan seperti yang telah disebutkan di atas dan berusaha menghindariya. Editor, selain loyal pada sistem beat, juga berusaha mengatasi kelemahan-kelemahannya. Salah satu cara adalah dengan rotasi periodik di antara wartawan beat dengan wartawan lain. Cara lain adalah dengan menugaskan sejumlah wartawan lain atau tim untuk suatu situasi berita yang terlalu luas untuk kemudian ditangani secara layak oleh wartawan beat.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ellipsis in Discourse Analysis

The essential characteristic of ellipsis is something that is present in the selection of underlying (systematic) option that omitted in the structure. According to Halliday and Hasan (1976: 143), ellipsis can be regarded as substitution by zero. It is divided into three kinds, namely nominal ellipsis, verbal ellipsis, and clausal ellipsis. 1)         Nominal Ellipsis Nominal ellipsis means the ellipsis within the nominal group or the common noun that may be omitted and the function of head taken on by one of other elements (deictic, numerative, epithet or classifier). The deictic is normally a determiner, the numerative is a numeral or other quantifier, the epithet is an adjective and the classifier is a noun. According to Hassan and Halliday, this is more frequently a deictic or a numeral than epithet or classifier. The most characteristic instances of ellipsis, therefore are those with deictic or numerative as head.

Lexical Cohesion in Discourse Analysis

Lexical Cohesion Lexical cohesion comes about through the selection of items that are related in some way to those that have gone before (Halliday, 1985: 310). Types of lexical cohesion are repetition, synonymy and collocation. Furthermore, Halliday and Hasan (1976: 288) divide types of lexical cohesion into reiteration (repetition, synonymy or near-synonym, superordinate and general word) and collocation.

Substitution: A Grammatical Cohesion

Grammatical Cohesion According to Halliday and Hasan (1976: 4), cohesion occurs when the interpretation of some elements in the discourse is dependent on that of another. It concludes that the one element presupposes the other. The element cannot be effectively decoded except by recourse to it. Moreover, the basic concept of it is a semantic one. It refers to relations of meaning that exists within the text. So, when this happens, a relation of cohesion is set up, and the two elements, the presupposing and the presupposed, are thereby integrated into a text. Halliday and Hasan (1976: 39) classify grammatical cohesion into reference, substitution, ellipsis and conjunction. Substitution Substitution is a relation between linguistic items, such as words or phrases or in the other word, it is a relation on the lexico-grammatical level, the level of grammar and vocabulary, or linguistic form. It is also usually as relation in the wording rather than in the meaning. The criterion is the gram