stop kriminalisasi pers |
Sebagaiamana pengertian sebelumnya bahwa teori pers yang dianut oleh suatu Negara adalah sesuai dengan system politik yang dianut maka kita membahasa dulu teori pers yang berlaku di Indonesia.
Indonesia pada masa orede baru bisa disimpulakan menganut Teori Pers Pembangunan. Hal tersebut pertama karena Indonesia adalah Negara berkembang. Dalam rinciannya Teori Pers Pembangunan menyatakan bahawa pers pada Negara berkembang haruslah menjadi pilara pembangunan. Saat itu pemerintah memang gencara untuk menjadiakan media sebagai pendukung program-program pemerinyah dalam pembangauan.
Dalam Lapangan Banteng menjelang Pemilu 1982, Depetemen Penerangan memberikan peringatan Tempo dengan alas an menggangu keamanan. Terlihata bahawa kebijakan pers saat itu harus memastikan setiap program pemerintah didukung oleh media. Setbilitas politik dan kelncaran program pembanguan Negara berkembanga yanga harus menjadai pertimbangan utama bagi sebuah pers adalah cirri utama dari Teori Pers Pembangunan.
Dalam perjalanannya pers Indonesia saat orde baru kmeudian bergeser menganut Authoritarian Theory. Pada masa orba ternyata kekuasaan saat itu lebih agresif lagi dalam menekan kebebasan pers. Penekanan tersebut juga semakin jauh dari substansi Pers Pembangunan. Penekanan lebih kepada sebuah usaha melanggengkan kekuasaan.Tngoklah kasus Lapangan Banteng yang sebelumnya pembrdelan Tempo dengan alas an mengangu keamanan ternyata berlanjut pada penandatanganan perjanjian yang wagu. Dikatakan wagu karena sebagaimana penuturan Goenawan Mohamad* bahwa Tempo dipaksa untuk tiadaka mengusik atau memberitakan hala yang sensitif dari “Cendana”.
Tindakan pemerintah orba tersebut adalah cerminan dari sebuah usaha untuk membuat pers sebagai pendukung kebijakan pemerintah dan mengabdi pada Negara. Hal itu merupaka sifat dari Authoritarian Theory yang memang memandang bahwa penentuan “kebenaran” hanya terletak pada tangan penguasa.
Setelah reformasi dimana semua belenggu-belenggu kebebasan telah pecah, teori pers yang dianut Indonesia juga mulai bergeser. Kebebasan pers mulai terjamin. Pers Indonesia setelah revormasi adalah pers yang bisa disebut terpeceh menajdi aliran Libertarian Theory, Social Responsibility Theory, Teori Pers Pembangunan, Pers Partisipan Demokratik.
Dikatakan terpecah karean saat ini pers sudah tidak terlalu tergantung pada bagaimana pemerintah inginkan. Kebebasan reform,asi selain menjadikan kebabasan pers hidup juga menimbulkan efek buruk yaitu mulai masuknya pers Indonesia pada pers yang terlalu memihak pasar yaitu Libertarian Theory. Dikatatakn demikian karena kebanyakan pers kita saat ini sangat suka memberitakan hal yang bersifat sensasi tanpa mempertimbangakan tanggung jawa sosialnya.
* Pemimpin Redaksi saat itu dan Wartawan senior TEMPO saat ini.
Komentar
Posting Komentar