Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2011

Merangkai Indonesia dalam Bingkai Karang Taruna

logo HPMK dan MFC: gerakan pemberdayaan pemuda Desa Karanggedang Kang Wardoyo adalah lajang usia 25-an yang menggantungkan hidup dengan membuat arang. Di pagi buta ia membuat bara untuk kemudian ia benam di tanah agar menjadi arang. Ketika matahari mulai muncul ia menjual arang yang telah jadi di pasar Pajangan, Bantul, Yogyakarta. Demikian rutinitas yang bisa membuatnya bisa bertahan hidup hingga kini. Hitam pekat arang adalah filosofi hidup Kang Wardoyo: nasib hidupnya bisa saja kelam tapi layaknya bara arang, ia mesti bermanfaat bagi kehidupan banyak orang. Filosofi hidupnya itu ia coba wujudkan dengan menjadi anggota karang taruna. Ia mencoba berbakti sekaligus belajar pada masyarakat melalui Karang Taruna “Sejati”.

Tujuh Elemen Tulisan Bagus

Tulisan yang baik tak ubahnya seperti tarian burung camar di sebuah teluk: ekonomis dalam gerak, tangkas dengan kejutan, simpel dan elok. Tulisan yang baik adalah hasil ramuan keterampilan (reporter) menggali bahan penting di lapangan dan kemampuan (redaktur) menuliskannya secara hidup. Tujuh Elemen Apapun temanya, setiap karya jurnalistik yang bagus memiliki setidaknya tujuh unsur. Informasi (Apa pesannya). Adalah informasi, bukan bahasa, yang merupakan batu bata penyusun sebuah tulisan yang efektif. Untuk bisa menulis prosa yang efektif, penulis pertama-tama harus mengumpulkan kepingan informasi serta detil konkret yang spesifik dan akurat  bukan kecanggihan retorika atau pernik-pernik bahasa.

Kursus Filsafat pada Jenjang Pendidikan Menengah sebagai Solusi Kekerasan di Dunia Pendidikan

ABSTRAKSI Karya tulis ini berusaha memberikan alternatif solusi, penulis mencoba menawarkan Filsafat sebagai sebuah kursus di jenjang pendidikan SMP dan SMA sederajat. Filsafat yang dalam arti umum adalah ilmu yang digunakan untuk menyebut berbagai pertanyaan yang muncul dalam pikiran manusia tentang berbagai kesulitan yang dihadapinya, serta berusaha untuk menemukan solusi yang tepat merupakan sebuah jawaban dari terpuruknya dunia pendidikan Indonesia . Kesimpulan yang dapat diperoleh dari karya tulis ini adalah kursus Filsafat pada anak didik tingkat SMP dan SMA sederajat dapat membantu anak didik yang sedang berada dalam fase o perasional formal dan pubertas tersebut dapat menanamkan nilai kebijaksanaan hidup. Anak didik mampu mengetahui metode berpikir yang baik sehingga tidak mudah terjerumus pada tindakan kekerasan. Sifat Filsafat yang memerlukan energi besar dalam berpikir juga dapat menjadi wadah ekspresi energi anak didik yang sedang memuncak. Dengan demikian kursus

Nasib Malang Sekolah Swasta Pinggiran

sekolah terabaikan Persoalan seputar dunia pendidikan memang sangatlah kompleks. Hampir pada semua segi masalah dan kekurangan itu selalu ada. Dari sisi yang sifatnya konseptual seperti penyusunan kurikulum, pendidikan Indonesia dinilai tidak berakar pada kearifan lokal. Selanjutnya dari sisi pemerataan akses pendidikian, kebijakan pendidikan yang lahir juga seringkali diniali tak berpihak pada rasa keadilan masyarakat. Adanya ketimpangan perlakuan antara lembaga pendidikan negeri dengan swasta akhir-akhir ini adalah salah satu persoalan yang harus mendapat perhatian cukup dari semua pihak.             Lembaga pendidikan swasta telah ada jauh sebelum negara Indonesia ada. Organisasi masyarakat seperti Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, Yayasan-yayasan Kristen, Hindu, dan Budha, Tamansiswa, dan sebagainya telah menyelenggarakan pendidikan jauh sebelum adanya istilah sekolah negeri. Namun demikian hari-hari ini pendidikan yang dirintis oleh organisasi-organuisasi besar itu semakin t

UU Guru dan Dosen Pudarkan Idealisme Pendidkan Islam

A.      Pendahuluan Hasil dari kurikulum pendidikan Agama Islam harus diakui sangat memperihatinkan. Setelah  sekian lama dilaksanakan, kurikulum Pendidikan Agama Islam pada pendidikan formal terbukti tak mampu menjegal produk pendidikan dari dampak negatif modernisasi. Jika sistem selalu melihat pencapaian secara ideal dan pula telah mengalami penggodokan yang tentu memperhatikan pengalaman yang ada, faktor lain dalam pendidikan Agama Islam kemungkinan menjadi celah kegagalan pendidikan Agama Islam pada pendidikan formal. Pendidik dan pendekatan pendidikan Agama Islam bisa merupakan celah dari kegagalan Pendidikan Agama Islam dewasa ini. Pendidik saat ini lebih banyak terbentuk atas dasar pragmatisme tujuan mendidik. Dengan hadirnya UU Guru dan Dosen yang menawarkan kesejahteraan yang tinggi, banyak orang yang menentukan pendidikan untuk menjadi seorang Guru, termasuk Guru Agama. Pola pemikiran pragmatis pada awal adala sebuah kewajaran. Selanjutnya, penylenggara pendidikanla

Bada Haji tanpa Haji: Sisi Lain Desa Karanggedang

sawah di Suwuk, Cibitung, Karanggedang tatkala senja  Desa Karanggedang, desa yang makmur namun tak memilki Pak Kaji atau Ibu Kaji. Sejarah pergolakan politik memutus mata rantai religiusme Islam. Desa itu seperti kota yang hilang ditengah rimba. Menuju desa yang bernama Karanggedang ini layaknya petualangan di film Indiana Jones atau bahkan Jurasik Park. Melewati bukit-bukit curam dengan hutan pinus yang memagari jalan membuat sedikit adrenalin bergejolak. Hewan-hewan kecil seperti Luak, Landak, dan burung-burung yang tak segan melintasi jalan aspal belubang-lubang membuat perjalanan layaknya tamasya di taman safari. Di dalam hutan, beberapa penduduk desa yang sedang menyadap getah pinus dan lannya merumput atau menggembalakan kambingnya menyapa dengan senyum ramah. Sungguh sebuah kedamaian di sebuah Kabupaten yang sampai saat ini masih terus terhempas permasalahan.                 Sekitar satu jaman terbuai petualngan, desa itu kemudian menyuguhkan pemandangan yang tak

Perjuangan masih Panjang wahai Aktivis Pers Mahasiswa!!!

Perubahan situasi politik boleh saja terjadi tapi s emangat bergerak mestinya tak boleh menyerah . Peran dan idealisme kadang memang tidak sejalan dengan gagasan dan kenyataan. Dalam catatan di atas lika-liku pers mahasiswa pernah saja redup atau sebaliknya. Sederhananya bagi PPMI perubahan tidak hanya dilakukan tetapi perlu pula dikawal sampai kapanpun . Tidak ada yang menghendaki p ers ma hasiswa tenggelam dalam perubahan . Harapan organisasi perhimpunan Lembaga Pers Ma hasiswa (LPM) mesti nya tegas beranjak dan berbenah untuk mengakhiri kegamangan perubahan tersebut .    Sebagai wadah atau perhimpunan, selain menghimpun melalui keanggotaan organisasi internal dan memiliki posisi strategis untuk merangkul peranan gerakan mahasiswa yang lain . Bila PPMI m enyadari dengan cermat bahwa potensi posisi strategis pers ma hasiswa ini dapat dilakukan masif di berbagai kanal-kanal. Barangkali s pirit dan orientasi saja tidak cukup, gerakan perhimpunan perlu terus menjaga bar

Sejarah Pers Mahasiswa - Perjalanan Kode Etik PPMI

   Sejak deklarasi pada 15 Oktober1992 kode etik jurnalistik bagi pers mahasiswa baru dibahas pada periode II PPMI. Bermula dari Kongres II pada tahun 1995 yang menghasilkan rekomendasi untuk perumuskan Kode Etik PPMI. Sebelumnya wacana itu sebenarnya sudah bergulir namun kondisi organisasi pada periode I lebih memusatkan kinerja p residium pada wilayah sosialisasi dan konsolidasi PPMI ke daerah-daerah. 1   Periode II pun demikian, meski sudah direkomendasikan dalam k ongres hingga akhir periode 1995-1997, garapan kode etik belum selesai. Penyikapan atas banyaknya kasus-kasus yang dialami oleh pers mahasiswa baik yang dibredel ataupun ancaman kekerasan lainnya menjadi prioritas kinerja p residium pada periode ini untuk menggalang solidaritas dan penguatan basis . M engingat memanasnya suhu politik dan gerakan mahasiswa mulai menggeliat , PPMI dengan tegas melalui Deklarasi Tegalboto tidak mengakui STT dan SIUPP . Bergejolaknya konstelasi politik dan bergairahnya gerakan ma

Sejarah Pers Mahasiswa - PPMI dan Isu-isu Kerakyatan

Penyikapan terhadap gerakan pasca 1998 lebih pada orientasi kritis terhadap kekuasaan. PPMI tetap tidak berubah sebagai oposisi. Mengawal isu-isu kerakyatan sebagai bagian dari gerakan mahasiswa. Pilihan alternatif disandarkan pada pertimbangan bahwa reformasi 1998 hanya menghasilkan pergantian warna dan nama. Hal ini terlihat dari kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak memihak kepada rakyat. Meningkatnya angka kemiskinan dan pengangguran, korupsi yang kian menggejala, dan kebijakan ekonomi yang belum dirasakan oleh rakyat bawah, masih pada tataran elit-elit semata. Ini yang hendaknya menjadi pemahaman dan catatan pekerjaan rumah PPMI sebagai bagian dari gerakan mahasiswa. Akhirnya, kesadaran dan penekanan orientasi tersebut pasti membutuhkan energi dan materi pewujudan atau pembentukan perangkat pendukung. Dalam hal pembekalan skill dan penanaman nilai orientasi gerak, maka metode pelatihan bagi pers mahasiswa di PPMI pun dikonsep dan diarahkan pada beberapa jenis jurnalis

“Jati Diri Pers Mahasiswa sebagai Kontrol Sosial dan Agen Perubahan”

“Jati Diri Pers Mahasiswa sebagai Kontrol Sosial dan Agen Perubahan” adalah tema yang dipilih Kongres V PPMI tahun 2000 di Mataram. 26 Tema tersebut dimaksudkan agar pers mahasiswa selain menyikapi konstelasi politik nasional juga berusaha menyelesaikan problem internal yang belum usai. Di satu sisi, idealisme dan fungsi pers mahasiswa yang melekat tidak bisa begitu saja dilepaskan karena itu sebagai ruh perjuangan pers mahasiswa. Fungsi konrol sosial pers mahasiswa tentu menempati posisi prioritas jika dibandingkan dengan fungsi pendidikan, informasi apalagi sekedar hiburan. Maka sangat aneh bila pers mahasiswa merasa kehilangan nyali dan isu di tengah hiruk-pikuknya problem riil berbagai bidang kehidupan dalam masyarakat. Pers mahasiswa mestinya dapat menyediakan alternatif bacaan yang sehat. Artinya bacaan itu harus jujur, objektif dan benar. Jangan biarkan rakyat memeroleh informasi seadanya dari pers umum yang sudah terkontaminasi dengan kepentingan ideologis pasar media. Ba

Hubungan Pers Mahasiswa dengan Gerakan Mahasiswa

Ada dua hal yang menarik dicermati terkait orientasi gerakan mahasiswa. Pertama, sebagai media, pers mahasiswa terkena dampak kondisi politik Indonesia. Setelah tumbangnya rezim otoritarian, kebebasan pers seolah tanpa batas. Pers umum yang semula tidak berani memberitakan hal-hal yang sensitif di masa kepemerintahan Orde Baru kini jauh lebih berani. Euforia kebebasan ini juga berdampak pada menjamurnya media-media umum. Banyak media baru yang bermunculan pasca tumbangnya Soeharto. Dalam kondisi demikian, posisi dan orientasi pers mahasiswa sebagai media alternatif pun dievaluasi. Pengertian alternatif dalam konteks ini adalah menunjuk pada sikap keberanian pers mahasiswa dalam memberitakan berita-berita yang tidak berani diangkat media umum kala itu. Lantas apa lagi yang dikatakan alternatif sekarang? Pertanyaan yang muncul masa itu. Jangankan membuat berita kasus atau investigasi, menerbitkan media sendiri saja berkala: kala-kala terbit, kala-kala tidak. Banyak faktor yang meny

Menuju Dekade 2000-an - Sejarah Pers Mahasiswa

today student - aliphatic   Banyak yang mengkritik PPMI sebab dianggap tidak responsif terhadap kondisi yang dihadapi pers mahasiswa saat itu. Kongres V PPMI di Mataram 2000 setidaknya menjadi catatan, secara umum pers mahasiswa ingin mencari format baru gerakan. Kegairahan akan kesadaran kebersamaan mulai tumbuh, setidaknya di Yogyakarta, tidak hanya PPMI, PPMY pun ingin mensolidkan hubungan antar pers mahasiswa. Namun terbukti setiap kali pertemuan disambut dingin dan tidak banyak yang hadir.15 Hal ini karena pers mahasiswa larut dengan nasib dirinya sendiri untuk bertahan hidup. Persoalan pers maha-siswa yang bermunculan mulai pendanaan, sumber daya manusia (SDM), manajemen organisasi, sampai birokrasi kampus menjadi dimitoskan. Format baru sebenarnya muncul ketika Kongres V yang menilai ketidakberesan kinerja pengurus 1998-2000. Edi Sutopo sebagai S ekjen menjadi objek justifikasi tidak berjalannya roda organisasi. Puncaknya ketika pembahasan pandangan umum menyoal orien

Cerita di Masa Transisi - Sejarah Pers Mahasiswa

student movement versus police D i tengah gejolak politik nasional dan gerakan mahasiswa yang memanas, PPMI tidak diam begitu saja. Perhimpunan yang berdiri sejak 1992 ini meskipun t id ak punya atribut organisasi namun semakin lantang meneriakkan perlawanan. Selain itu, aktivis pers mahasiswa terus melakukan konsolidasi ke berbagai aliansi dan forum komunikasi gerakan mahasiswa menjelang 1998. 1   Sehingga PPMI hampir tidak pernah terlihat benderanya. Sejak Kongres III PPMI di Surabaya, sekira September 1997, pengurus terpilih hanya mampu tiga bulan aktif melakukan konsolidasi ke daerah-daerah. 2   Jadi struktur kepengurusan belum lengkap waktu itu. 3   Meski demikian daerah-daerah tetap berjalan. Delapan bulan setelah itu, Eka Satialaksmana, Sekretaris Jenderal (Sekjen) III PPMI, mengundurkan diri. Hal ini tentu saja berimbas pada PPMI. Secara organisasi, PPMI mengalami keguncangan luar biasa di saat kosong pemimpin. Eka mengaku, ia mengundurkan diri karena, pertama, tidak m

Struktur Esai

Secara garis besar esai mengandung tiga bagian utama : 1. Pengantar (introduction) 2. Pengembangan (development of idea) 3. Kesimpulan (conclusion) Harus diingat bahwa struktur di atas adalah resep generik. Penulis yang piawai bisa membolak-balik komposisi struktur tulisan esainya. Tantangan terpenting adalah esai harus menarik dibaca dan meninggalkan makna yang mengendap di benak pembaca. Bagian pengantar berisi pokok bahasan, thesis, pertanyaan utama yang diajukan penulis. Pokok bahasan ini bisa berupa pertanyaan, kontroversi, peristiwa yang mengejutkan, fenomena yang tidak biasa, atau sebuah ajakan refleksi. Berikutnya adalah bagian pengembangan, development of idea. Pada bagian inilah si penulis menyuguhkan argumentasi dan data. Satu demi satu argumentasi, pergulatan pemikiran, disajikan demi terbangunnya sebuah tulisan yang kuat. Terakhir adalah kesimpulan. Bagian ini tidak harus menyuguhkan solusi, jawaban yang final atas thesis yang diajukan penulis. Pada bagian ini

Pers Mahasiswa Dekade 1990-an - Berani atau Dibredel!

student movement organization  Paruh pertama dekade 1990, kondisi otoritarian memuncak. Tetapi di sisi lain resistensi pers pun kian mengusik nya . Dalam tiga tahun pertama, 1990-1993, empat pers mahasiswa mengalami pembredelan: Vokal IKIP PGRI Semarang pada 1992, Dialoque FISIP Unair Surabaya pada 1993, Arena IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada 1993, dan Focus Equilibrium FE Universitas Udayana Bali pada 1993. Seiring dengan itu, tiga pers umum pun dibredel yaitu Tempo, Detik , dan Editor pada 21 Juni 1994. Pada tahun yang sama dialami pula oleh Tabloid Sarana Aspirasi Sastra ( SAS ) Fakultas Sastra Universitas Negeri Jember, Majalah Kanaka Fakultas Sastra Udayana Bali, dan Isola Pos IKIP Bandung. Berawal dari sebuah seremonial pembukaan Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) di IKIP PGRI Semarang, 31 September 1992. Sambutan ketua yayasan menyinggung soal terbitan Vokal yang berbau politik. Bahkan, dia mengancam akan mengundurkan diri jika penamp

Kompetisi Esai Mahasiswa: Menjadi Indonesia 2011

Salam, Rekan-rekan mahasiswa Kembali Tempo Institute menghadirkan  Kompetisi Esai  Mahasiswa ‘ Menjadi Indonesia ’  2011.  Mohon bantuan untuk menyebarkan informasi ini kepada teman-teman yang ter panggil menjadikan Indonesia lebih baik . ------------------------------------------------------------ Jangan mau terpuruk dihantam kabar buruk yang terus menyungai. Ini Indonesia kita, mari bersama merawat dan membuatnya menjadi Indonesia yang sebenarnya. Indonesia yang bersih dan menjadi tempat bagi Bhinneka Tunggal Ika.   Punya gagasan praktis, terapan, dan membumi untuk membangun Indonesia? Tulis gagasanmu dalam sebuah tulisan esai. Tak perlu muluk bermimpi. Mari perbuat apa yang bisa kita buat demi menyingkirkan korupsi, kemiskinan, kurang pendidikan, sengkarut penegakan keadilan, tergerusnya semangat  bhinneka , dll. Jangan mau larut dalam problem yang berkelindan begitu pekat. Nyalakan lilin, jangan hanya merutuki kegelapan. Memasuki tahun ketig

Pers Mahasiswa Vs Neo NKK/BKK

stop depolitisasi mahasiswa Pemerintah tidak tinggal diam dengan perkembangan jaringan pers mahasiswa ini. Beberapa depolitisasi pers mahasiswa dilakukan. Ambil contoh, ketika Bandung Informal Meeting 1991, yang ketika itu dibatalkan perijinannya karena melihat pertemuan sebelumnya di Wanagama 1991. Pemerintah mulai sensitif dengan kegiatan-kegiatan pers mahasiswa. Maka dibuatlah kegiatan serupa. Semisal Latihan Ketrampilan Pers Kampus Tingkat Pembina atau Pekan Jurnalistik Mahasiswa Indonesia, baik tingkat regional maupun nasional. Dilihat dari istilah dan pematerinya pun mengarahkan pers mahasiswa sebagai pers kampus, keterampilan jurnalistik, skill penulisan, dan sejenisnya, dengan pemateri yang nge -pop. Fasilitas tersedia lengkap dan uang saku yang cukup, bahkan lebih. Anehnya pemerintah waktu itu tidak membuat semacam organisasi tandingan. Semisal BKSPMI pada tahun 1969 semasa IPMI. Barangkali ada perubahan pola yang dilakukan pemerintah. Pengadaan kegiatan waktu itu

Pers Mahasiswa Vs SIUPP dan STT

freedom of press  Kondisi politik yang bergejolak memaksa beberapa pers mahasiswa harus menghentikan terbitannya. Penguasa melalui apparatus -nya meletakkan legitimasi sebagai senjata utamanya. Pers mahasiswa dihadapkan dengan berbagai kemungkinan pereduksian dan pembatasan penerbitan. Soal Surat Tanda Terbit (STT), menyalahi penerbitan khusus, pemberitaan yang politis praktis, dan sebagainya. Pemerintah terlihat sensitif dengan gerakan mahasiswa. Indikasi-indikasi kecil saja harus segera dipangkas sebelum tumbuh. Begitulah sikap pemerintah dan gejolak politik perlu dicermati . Periode I PPMI 1993–1995 berakhir. Tetapi proses konsolidasi yang dilakukan belum selesai. Konstelasi politik menuntut kepedulian lebih, membuat solidaritas gerakan semakin memuncak. Semangat perlawanan terhadap penguasa yang otoriter tak pernah lelah dilakukan. PPMI pun tidak tinggal diam. Sebuah organisasi yang didirikan tanpa orientasi politik tertentu, tapi entitas pers mahasiswa membawa PPMI harus

Mengakhiri Kompromi, Memulai Konsolidasi - Pasca Kongres I PPMI (1992-1995)

       Deklarasi sudah dilakukan. Perjalanan panjang nan melelahkan mengkonsolidasi pers mahasiswa berujung pada terbentuknya wadah baru: PPMI. Sebagai organisasi baru, PPMI diharapkan segera memberesi legalitas keorganisasian, sebagaimana dulu IPMI legal dan diakui oleh pemerintah. Namun dalam soal ini PPMI tidak mau kompromi lagi. Menempuh jalur birokrasi akan hanya akan melelahkan, sebab dalam SK Mendikbud No. 0457/0/1990 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan hanya mengakui format forum komunikasi dalam s kala nasional bukan yang lainnya. 13   Mochtar Lubis dengan lantang menanggapi itu. “Tidak usah legal-legalan, tidak perlu pengakuan, jalan terus, kalau berani! Kalau minta legal kepada penguasa sampai kiamat tak akan dikasih! Karena memang jelas sudah diatur dalam UUD 1945 pasal 28 soal kebebasan berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat dan pikiran. Justru jika ada peraturan di bawah UUD yang mebatasi itu menunjukkan pemerintah tidak konsisten. Bukan

Sekitar Kongres I PPMI (1992-1995)

      Selama r entang waktu dari Deklarasi PPMI ( Oktober 1992 ) di Malang 2   sampai Kongres I PPMI ( 1–3 September 1993 ) di Kaliurang lebih difokuskan pada upaya untuk memfasilitasi pembentukan wadah perhimpunan di daerah-daerah yang selama ini belum ada perkumpulan pers mahasiswa (persma). Mengingat kian vulgarnya tekanan terhadap pers ma hasiswa , maka konsolidasi pembentukan kantong-kantong daerah perlu disegerakan.      Dalam rentang kurang dari tiga tahun , empat pers mahasiswa dibredel dengan motif atau modus yang t id ak jauh berbeda. Keempat pers mahasiswa yang bernasib sial itu adalah: Vokal IKIP PGRI Semarang pada 1992, Dialoque Fakultas Ilmu Sosial Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya pada 1993, Arena Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta pada 1993, dan Focus Equilibrium Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Udayana Bali pada 1993. Setidaknya empat kasus pers mahasiswa itulah yang terekspos ke publik , dan tidak menutup ke

Lika-Liku Menuju Wadah Baru (Sejarah Pers Mahsiswa Indonesia)

       Se telah lelap dalam kevakuman cukup panjang, dari awal hingga medio dekade 1980, pers mahasiswa (persma) mulai melakukan konsolidasi di beberapa daerah pada akhir dekade itu. Berbagai kegiatan dilakukan, mulai dari pelatihan hingga konsolidasi gerakan. Seperti di Jakarta-Yogyakarta, lalu meluas ke kota-kota lainnya. Di Universitas Negeri Surakarta (UNS) pada November 1990, Januari 1991 di Universitas Negeri Jember (Unej). Dari rangkaian pertemuan tersebut akhirnya merekomendasikan terbentuknya Forum Komunikasi Pers Mahasiswa se-Jawa. 1   Niatan itu kemudian ditindaklanjuti pada Februari di Gedung Wanagama Yogyakarta. 2      Pertemuan di Wanagama yang dihelat pada 6-7 Februari 1991 ini berhasil mengikat kesepakatan untuk membentuk wadah tunggal bagi pers ma hasiswa . Pertemuan ini sebenarnya temu alumni yang awalnya ingin menggagas adanya Kongres IPMI. T et api peserta bereaksi, dan terjadilah perdebatan. Ada yang tetap menginginkan Kongres IPMI dan ada yang menghendaki k

Sejarah Pers Mahasiswa: Akhir IPMI, Awal PPMI

logo PPMI             Sejarah organisasi pers mahasiswa di Indonesia selama ini menjadi semacam narasi pinggiran dalam bingkai besar sejarah pergerakan mahasiswa. T id ak banyak orang yang mengulasnya. Padahal pers mahasiswa (persma) juga menjadi bagian dari gerakan mahasiswa. Berbagai tulisan kritis dan penerbitan alternatif sepanjang sejarah konsolidasi demokrasi dan wacana kebangsaan, diwarnai dan dipimpin organisasi pers mahasiswa. Bahkan di se tiap daerah memiliki basis kampus dan tradisi intelektual, maka beragam bentuk sekaligus kisah perlawanan pers mahasiswa atas re z im represif dan sentralistik.             Mungkin karena karakter gerakan pers mahasiswa yang cenderung tidak ingin populis sebagaimana organisasi yang lainnya: mengerahkan massa turun ke jalan sambil mengibarkan bendera dan atribut organisasi. Tapi sebagai bagian dari gerakan perubahan, pers mahasiswa t id ak pernah absen dalam memberikan kontribusi atas setiap perubahan yang terjadi. Bahkan t i