Langsung ke konten utama

Sejarah Pers Mahasiswa Part III (1989-1994)


pergerakan mahasiswa

1989         Kongres IPMI ke VI [15 - 18 Februari 1989] di Bandar Lampung yang sudah direncanakan gagal. Kegagalan ini, menurut Masduki, karena legalitas pelaksanaan Kongres tidak turun,  kondisi politik dan keamanan yang tidak mendukung yakni GPK Warsidi / Way Jepara meletus, dan karena adanya perbedaan persepsi tentang Persma di kalangan aktivis Persma.
                  [29-30 Maret 1989].  Disusul atas prakarsa LPM Hayam Wuruk UNDIP Semarang diadakan Pertemuan Pers mahasiswa se-jawa dan Bali Dihadiri oleh 30 aktivis persma. Dalam pertemuan tersebut membicarakan peran dan masalah-masalah persma ke depan, serta menanggapi kegagalan Konggres IPMI ke VI di Lampung. Namun pembicaraan tidak selesai karena waktu yang sempit[1]
                  [1 – 3 April 1989] kemudian dilanjutkan forum persma se-Indonesia oleh HIMMAH UII. Dalam pertemuan ini seperti biasa membahas peran dan masalah yang dihadapi oleh Persma, selain itu juga membahas kode etik persma indonesia. Hasil yang dicapai dalam pertemuan itu disepakati berdirinya Forum Komunikasi Pers Mahasiswa (FKPM) di masing-masing propinsi, dan menuntut panitia Konggres agar mempertanggungjawabkan kepanitiaannya.
                  [juli] keluar SK Dirjen Dikti no. 849/D/T/1989 tentang penerbitan
                  [tahun ini] ditetapkannya UU No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
1990         [ ] menyusul PP No. 30/1990 tentang Pendidikan Tinggi dan
[28 Juli ] SK Mendikbud No. 4033/U/1990 tentang Pedoman Umum Organisasi Mahasiswa di perguruan Tinggi atau yang dikenal dengan kebijakan SMPT, maka secara formal NKK/BKK dicabut yang dijalankan sejak 1978.  Namun SK baru ini dipaksa diterapkan disetiap PT setahun kemudian.
[24 - 29 September 1990] Balairung kembali mengadakan Pendidikan dan Latihan Jurnnalistik Tingkat Lanjut di UGM. Selama tahun 1990, juga dilaksanakan Temu Aktivis Persma di Pabelan - UMS dan Universitas Jember
                  [6 - 10 Januari 1990] Trainning Pers Mahasiswa se-Indonesia di Kaliurang, oleh Majalah Himmah Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.
1991         [22 Januari 1991] Pertemuan aktivis pers mahasiswa Yogyakarta di majalah Prospek FPIPS IKIP Negeri Yogyakarta. Pertemuan ini bermula dari pertemuan sebelumnya di Jember. Hasilnya menyepakati adanya keinginan bersama untuk membentuk wadah di tingkat kota. Selanjutnya akan dilanjutkan pertemuan di ARENA IAIN Sunan Kalijaga. Dan betul pada
[30 Januari 1990] pertemuan digelar yang dihadiri oleh Balairung UGM, Arena IAIN, Himmah UII, FKPPM UGM, dan Prospek FPIPS IKIP. Hasilnya fokus pada 2 agenda: 1) mencari rumusan tentang pembentukan wadah bersama. 2) konsolidasi awal persiapan pertemuan aktivis pers mahasiswa nasional di UGM 6-9 Februari 1991. untuk mempertajam dibentuk tim persiapan pembentukan Forum Komunikasi Pers Mahasiswa Yogyakarta beranggotakan Wahyudi (UGM), Miftah (IAIN), Sumardi (IKIP) dan Jazuli (UII). Tugas mereka selain 2 agenda diatas juga untuk menambah jaringan komunikasi ke berbagai PT lain.
[2 Februari 1991] tim 4 orang bertemu di Arena IAIN guna merumuskan latar belakang, format, tujuan dan fungsi serta keanggotaan. Hasilnya dipresentasikan di UII 15 Februari 1991. Pada forum ini disepakati nama organisasi dengan Perhimpunan Penerbitan Mahasiswa Yogyakarta (PPMY) dan menambah Tri Suparyanto Pendapa UST sebagai perumusnya. Meski sudah disepakati PPMY akhirnya baru diresmikan 28 Juni 1991 dalam pertemuan di Pendapa UST.
[6-9 Februari 1991] di Wanagama, Wonosari  Yogyakarta Temu Aktivis Pers Mahasiswa yang digelar majalah Balairung UGM, muncul lagi keinginan untuk memebentuk lembaga yang sama sekali baru.[2]  Badan pekerja yang dikenal dengan SC nasional dibentuk untuk memfasilitasi pertemuan lanjutan dan menghimpun penerbitan mahsiswa tingkat daerah. IKIP Bandung  dipilih sebagai tempat pra-kongres. Dan dibentuk Panitia Ad Hoc yang bertugas mempersiapkan forum pertemuan berikutnya sebagai tindak lanjut butir I Panitia Ad Hoc secara otomatis menjadi Steering Comitee (SC). ditunjuk Tri Suparyanto [LPM Pendapa UST] sebagai Koordinator SC/Ad Hoc.
Panitia Ad Hoc (SC) Pra-Kongres Terdiri atas : Koordinator: Tri Suparyanto, Pendapa - Tamansiswa Sarjanawiyata (Delegasi DIY) Wakil: Okky Satrio, Komentar - Univ. Mustopo (Delegasi DKI Jakarta) Anggota: Zainul Aryadi, Kreatif - IKIP Medan (Delegasi DI Aceh, Sumut, Riau, Sumbar), Ariansyah, Teknokra Univ. Lampung ( Delegasi Lampung, Jambi, Sumsel, dan Bengkulu), Tugas Supriyanto, Isola Pos IKIP Bandung (Delegasi Jawa Barat), Adi Nugroho, Manunggal Univ. Diponegoro (Delegasi Jawa Tengah), Heyder Affan Akkaf - Mimbar Univ. Brawijaya (Delegasi Jawa Timur), I Gusti Putu Artha, Akademika - Univ. Udayana Bali (Delegasi Bali, NTB, NTT, dan Timor-Timur), Mulawarman, Identitas - Univ. Hasanudin (Delegasi Sulsel, Sulteng, Sultra, Sulut) Alimun Hakim, Kinday - Univ. Lambung Mangkurat (Delegasi Kalteng, Kaltim), RH. Siahainena, Unpati Univ. Patimura (Delegasi Maluku dan Irian Jaya).
[22 Maret 1991] Pertemuan prakondisi prakongres yang dilaksanakan di Bandung merumuskan beberapa kesepakatan.
[1 April 1991] keluar Surat Edaran dari Dirjen Pembinaan Pers dan Grafika No. 05/SE/Ditjen PPG/1991 berisi tentang pengaturan istilah pengurus (pengelola) pers mahasiswa; pemimpin Umum diganti dengan ketua pengarah, pemimpin redaksi diganti dengan ketua penyunting. Selain itu di dalamnya pun diatur tentang isi pemberitaan yang harus mencerminkan ciri akademis dan tidak memberitakan politik praktis.[3]
[28 Juni 1991] Perhimpunan Penerbitan Mahasiswa Yogyakarta (PPMY) akhirnya diresmikan dalam pertemuan di Pendapa UST. Tanggal ini ditetapkan sebagai kelahirannya.
[1 Juli 1991] Direktur Kemahasiswaan Depdikbud mengeluarkan Surat no. 547/D5.5/U/1991 tentang tidak diberikannya rekomendasi atas penyelenggaraan “Sarasehan Penerbitan Mahasiswa Se-Indonesia“. Dengan pertimbangan: 1) berdasarkan pengalaman selama ini tentang berbagai kegiatan penerbitan kampus mahasiswa ternyata: a) kegiatan tersebut tidak menunjukkan kejelasan sasaran yang ingin dicapai, b) panitia tidak pernah memberikan laporan penyelenggaraan kepada Direktorat Kemahasiswaan. 2) berdasarkan hasil pemantauan Direktorat Kemahasiswaan terhadap “Temu Aktivis Penerbitan Kampus Se-Indonesia“ yang diselenggarakan di Wonosari Yogyakarta (6-9 Februari 1991) ternyata kegiatan tersebut tidak menunjukkan citra forum akademik sebagaimana layaknya perguruan tinggi. 3) Direktorat Kemahasiswaan telah memprogramkan Latihan Keterampilan Penerbitan Kampus Tingkat Pembia 1991/1992 yang akan diselenggarakan pada bulan Januari 1992 di Universitas Lampung yang merupakan keputusan Rakernas Pembantu Rektor III-1991. [4]
[7-9 Juli 1991]- 10 Juli]  Sarasehan Penerbitan Mahasiswa Indonesia di Isola Pos IKIP Bandung atau disebut Pra-kongres sempat dibatalkan awalnya oleh Dirjen Dikti, meski begitu tetap dilakukan dengan perubahan format acara menjadi Bandung Informal Meeting. Akhirnya pertemuan ini menghasilkan beberapa keputusan yang sampai ditingkat komisi. Komisi I membahas AD/ART. Komisi II membahas rancangan GBHK.  Ditambah dibentuk komisi khusus guna membahas surat dari Dikti tersebut. Menyiapkan perangkat lunak yang diperlukan dalam prakongres yang meliputi: rancangan AD/ART, rancangan GBHK, dan pembahasan persiapan kongres pers (penerbitan) mahasiswa Indonesia.[5]  Beberapa kesepakatan dihasilkan diantaranya adalah penamaaan organ yang akan dibentuk dengan PPMI (Pehimpunan Penebitan Mahasiswa Indonesia).
[13 September 1991] Konggres PPMY I di UGM. Merumuskan AD/ART, Program Kerja, dan konsolidasi, pembentukan presidium. Terpilih: M. Sholeh (Himmah UII), Didik Supriyanto (Balairung UGM), Didik Purwadi (BPPM UGM), Sumardi (Prospek IKIP), Tri Suparyanto (Pendapa UST), Imron DS (Nuansa UMY), dan Amirudin (Arena IAIN).[6]
[19 - 23 November 1991] Latihan Ketrampilan Penerbitan kampus Mahasiswa Tingkat Pembina Se- Indonesia tahun 1991 di Bandar Lampung, Univ. lampung. Hasil yang penting: Mendesak SC yang terbentuk di Wanagama untuk melaksanakan pertemuan bagi terbentuknya wadah penerbitan kampus mahasiswa sesegera mungkin. Jika tuntutan tidak dipenuhi maka, Pertama, SC harus mempertanggungjawabkan tugas yang telah dimandatkan kepada seluruh aktivis penerbitan kampus se- Indonesia. Kedua, SC harus menyerahkan mandat yang ada kepada aktivis penerbitan kampus se- Indonesia.
[20 Desember 1991] Sarasehan Penerbitan Mahasiswa Indonesia:, Universitas Gajayana Malang. Karena yang hadir hanya perwakilan dari se-Jawa saja, maka hanya membahas beberapa Rancangan Program Kerja PPMI berikutnya[7]. Rancangan program kerja PPMI pun dirumuskan. Keinginan turut menyuarakan aspirasi mahasiswa dan masyarakat dengan meningkatkan kesadaran kritis sepertinya menjadi semangat  pembentukan lembaga ini. Seperti termaktup dalam poin ketiga rumusan umum, yaitu “Menciptakan penerbitan mahasiswa sebagai sarana pembentuk pendapat umum dikalangan mahasiswa ke arah kreatifitas kritis dan dinamis.”.[8]
1992         [ ] Majalah VOKAL IKIP PGRI Semarang dicekal oleh rektorat karena meliput Golput di lapotan utamanya.           
[14-18 Oktober 1992] Dalam pertemuan yang dikemas dalam bentuk Lokakarya Penerbitan Mahasiswa Se-Indonesia di Universitas Brawijaya Malang. Diiukuti oleh 72 peserta dari 37 PTN dan PTS se-Indonesia.  inilah pernyataan bergabungnya lembaga penerbitan mahasiswa (LPM) yang ada diperguruan tinggi dalam organisasi yang diberi nama PPMI terealisasi. Pertemuan ini menghasilkan beberapa keputusan yaitu: Menyepakati terbentuknya wadah tingkat nasional yang bernama "Perhimpunan Penerbit Mahasiswa Indonesia[9]" (PPMI) pada tanggal 15 Oktober 1992 pukul 16.29 WIB, penetapan AD/ART dan  program kerja PPMI, serta kurikulum pendidikan dan latihan (diklat) jurnalistik mahasiswa. Lantas membahas keorganisasian dalam 4 komisi. Komisi A membahas tentang AD/ART. Komisi B tentang program kerja, komisi C tentrang kurikulum pengembangan dan komisi D tentang rekomendasi khusus terhadap permasalahan yang perlu diantisipasi. Kesepakatan ini ditandatangani oleh Tri Suparyanto, ketua sidang dan Ines Wuri Handayani sekretaris sidang. Beberapa usulan dalam pertemuan itu yakni[10]:
1)     membahas struktur organisasi penerbitan mahasiswa di fakultas yang ada di bawah SMF. Karena berkenaan dengan SK Mendikbud 0457/U/1990 tentang pedoman organiasi kemahasiswaan di PT, yang menyebutkan bahwa lembaga kemahasiswaan di fakultas adalah HMJ, SMF, dan BPM. Sedangkan penerbitan kampus mahasiswa berada di bawah SMF.
2)     Meminta PPMI untuk menjernihkan prosedur dan mekanisme pembreidelan, penghentian, pembekuan setiap penerbitan mahasiswa, juga status anggota/pengurus mahasiswa dari non-mahasiswa
3)     Meminta PPMI untuk mengeluarkan sikap sehubungan dengan penarikan majalah Vokal IKP PGRI Semarang yang dicekal terbit.
4)     Mengharuskan PPMI membantu bagi penerbitan mahasiswa untuk memperoleh Surat Izin Terbit.
Lalu, disepakati adanya pertemuan lanjutan PPMI guna kesiapan sekiranya akan diselenggarakan April – Mei/Juni 1993 di Bali, maka untuk dibentuk Panitia Ad Hoc yang bertindak sebagai SC Panitia Kongres PPMI I , yakni:
-          Koordinator : Tri Suparyanto/Pendapa - UST(Delegasi DIY), dengan Anggota :
-          Tugas Suparyanto/Isola Pos - IKIP Bandung (Delegasi Jabar)
-          Arief Adi Kuswardono/Manunggal - Undip (Delegasi Jateng)  
-          Wignyo Adiyoso/Ketawang Gede - UNIBRAW (Delegasi Jatim) 
-          Okky satrio/Komentas - Univ. Mustopo (Delegasi Jakarta),
-          Aldrin Jaya Hirpathano/Teknokra -UNILA (Delegasi Sumbagsel),
-          I Wayan Ananta Widjaya/Akademika - UNUD (Delegasi Bali, NTT,NTB, TIMTIM),
-          M. Ridha Saleh/Format - Univ. Tadulako (Delegasi Sulawesi),
-          Alimun Hakim/Kinday - Univ. Lambung Mangkurat (delegasi kalimantan),
-          Yon Soukotta/Unpati Univ. Patimuraa (Delegasi Maluku dan Irian Jaya).
Adanya SC ini merupakan perubahan dan pergantian SC yang sebelumnya dibentuk di Wanagama karena banyak yang sudah lulus dan non aktif.[11]
1993         [25 Januari 1993] Tabloid Dialoque terbitan Senat Mahasiswa FISIP Unair Surabaya dibredel dan Emil Syarif Ladji, penanggungjawabnya diskorsing melalui SK Rektor no.649/PT.03.H/ I/1993 tertanggal 25 Januari 1993, namun baru diterima yang bersangkutan tanggal 8 Februari 1993
                  [27 Januari 1993] Konggres PPMY di Arena IAIN membentuk Presidium: A.S Burhan (Arena IAIN) sekaligus koordinator, Tri Suparyanto (Pendapa UST), Rommy Fibri (UGM), Kurniawan (Bulaksumur UGM), Hilal (Himmah UII) dan Miftah (Arena IAIN). Pada tahun ini PPMY pun merespon pembreidelan Tabloid Dialoque Unair Surabaya dengan mengirimkan Surat Terbuak kepada Mendikbud. Diantaranya berisi tuntutan dan himbauan agar turun tangan segera menyelesaikan masalah ini. Di dalamnya pun mengecam sikap rektor Unair yang telah membreidel dan menskorsing Emil Syarif Lahdji penanggungjawabnya. Hasilnya Emil dilepaskan dari skorsing.[12]
                  [April - Juni 1993] Majalah Arena dibreidel. Berawal pada 23 April 1993 Rektor mengeluarkan surat no.  IN/I/HM. 00/1341/93, yang intinya untuk merevisi isi majalah terkait liputan berita tentang Bisnis Keluarga Soeharto dalam majalah edisi no.1/ tahun XVIII/1993, jika tidak maka rektor menyetakan tidak bertanggungjawab. Akhirnya keluarlah SK Rektor no. IN/I/R/PP.003/93 tertanggal 18 Mei 1993 yang membreidel Arena, dan baru diterima Arena tanggal 24 Mei 1993. dengan 2 alasan: 1) Tidak memiliki STT, sedang SIT 1966 dianggap tidak berlaku sebab sudah berganti STT. 2) majalah Arena edisi no.1/1993 tidak mencerminkan penerbitan khusus karena isinya mengarah pada penerbitan umum[13]. Imbasnya berbagai reaksi menentang pembreidelan ini diantaranya aksi solidaritas maraton mahasiswa berdatangan pada 2 – 14 Juni 1993 dari berbagai daerah: Salatiga, Semarang, Bandung, Jakarta, Surabaya, Malang dan Jember. Sedangkan dari pers mahasiswa: PPMI, PPMY Yogyakarta, FKPPM Malang, FKPMS Semarang, dan FKPM Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi dan lainnya. Aksi memuncak pada 12 Juni 1993 yang dinamai Kongres Mahasiswa Indonesia, bertema “Pembongkaran Represifitas dalam Kampus“. Dan mereda pada 14 Juni 1993 setelah berdialog. Akhirnya Arena boleh terbit kembali setelah memiliki STT, dan 2 bulan ini pihak rektor akan memantau sepenuhnya.[14]
                  [1-3 September 1993] Konggres Nasional I PPMI Periode I 1993 – 1995 pada di Kaliurang, dihadiri 56 LPM dari 33 PT. Hasilnya :
-          Berdasar ketetapan kongres I PPMI, No.7/TAP/PPMI/IX/1993. Susunan Presidium PPMI adalah: Sekretaris Jendral Presidium: Rommy Fibri Anggota: Asep Wahyu SP (presidium Jawa Timur), I Gede Budana (presidium Bali dan Nusa Tenggara, M. Hasyim (presidium Silaweai dan IBT), Hasan Aoni Azis (Presidium Jawa Tengah). Andreas Ambar Purwanto (Mediator Jawa Barat), Nur Iskandar (Mimbar Untan, Univ. Tanjung Pura, Mediator Kalimantan), E.S. Tyas A. Zain. (Mediator daerah khusus ibukota Jakarta)
-    isu nasional : pembreidelan pers umum maupun persma
Masalah serupa yang menimpa Focus Equilibrium FE-Universitas Udayana, Bali, juga menjadi bahasan dalam Kongres I PPMI. Hingga presidium mendapat mandat dari kongres melalui SK Kongres PPMI Nomor 10/TAP/Kongres I/PPMI/IX/1993 tentang Rekomendasi Kebijakan Umum untuk segera membantu menyelesaikan kasus media ini.[15]
1994               [21 Juni 1994] 3 media dibredel: Tempo, Editor dan DeTik.
                  [] kilas balik tahun 1994 terdapat 3 kasus pers mahasiswa mengalami masalah[16]:
1.      Tabloid Mahasiswa SAS Fak. Sastra Univ. Jember Edisi 42 th ke V 1994 hlm. 12-13
2.      Majalah Kanaka Fak. Sastra Udayana Bali edisi no.1/th IX/2994 hlm. 6-7
3.      Isola Pos IKIP Bandung  edisi 15/Th IV/1994 hlm. 12
[28 November – 1 Desember 1994] Training Pers dan Jurnalistik Mahasiswa Tingkat Lanjut di IKIP Bandung. Dihadiri 65 peserta dari 27 PTN dan PTS Sumaterta, Jawa, Madura dan Bali[17].



[1] Arena edisi no. 2 tahun XIV/1989 hlm.43
[2] Sunarto dkk, “PPMI: Kalau Berani, Jalan Terus”, Balairung No.17/Th.VII/1993
[3] Majalah Himmah Edisi Juli-Agustus 1991, hlm. 15
[4] Majalah Himmah Edisi Juli-Agustus 1991, hlm. 15 - 16
[5] Dokumen PPMI, “Hasil Kesepakatan Panitia Ad Hoc Pembentukan Wadah/Lembaga Pers (Penerbitan) Mahasiswa Indonesia”, 22 Maret 1991
[6] Majalah Arena edisi no 1 / tahun XVIII/1993 hlm. 55
[7] Arena edisi no. 1/Tahun XVIII/1993 hlm 54. majalah Arena edisi ini akhirnya dibredel.
[8] Dokumen PPMI, Salinan Hasil Perumusan Sarasehan Penerbitan Mahasiswa Indonesia:Rancangan Program Kerja PPMI, Universitas Gajayana Malang, 20 Desember 1991
[9] Kata “penerbitan” sebagai pengganti “pers” sengaja dilakukan sebagai sebuah bentuk toleransi/ kompromi terhadap Peraturan Mentri Penerangan No. 1 Tahun 1975 yang menggolongkan pers mahasiswa kedalam kategori penerbitan khusus. Seperti yang dikemukakan oleh Heydar Affan Alkaff di Majalah Balairung No. 17/TH.VII/1993.
[10]  Arena edisi no. 1/Tahun XVIII/1993 hlm. 55
[11] “PPMI Lahir di Malang” Tabloid Sketsa edisi VII tahun 1992 hlm. 1 dan 6
[12] Miftahuddin, “Pers mahasiswa mencari wadah” dalam Arena edisi no. 1/tahun XVIII/1993 hlm. 55.
[13] Arena edisi 1/TH. XX/1995 hlm. 24
[14] Majalah Pendapa edisi no. 19 Tahun V 1993 hlm. 14-15
[15] Dokumen PPMI. Agung Sedayu, “Kilas Sejarah PPMI” . Materi Pelatihan Jurnalistik Tingkat Dasar Plus se Bali-NTB, di KNPI Bali, 17-18 Desember 2004. Dokumen PPMI.
[16] Teknokra edisi 153 Desember 1994 hlm 12
[17] Teknokra edisi 153 Desember 1994 hlm 12
Penulis: Moch. Fathoni (Mantan Koor. Litbangnas PPMI & alumni UAD)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ellipsis in Discourse Analysis

The essential characteristic of ellipsis is something that is present in the selection of underlying (systematic) option that omitted in the structure. According to Halliday and Hasan (1976: 143), ellipsis can be regarded as substitution by zero. It is divided into three kinds, namely nominal ellipsis, verbal ellipsis, and clausal ellipsis. 1)         Nominal Ellipsis Nominal ellipsis means the ellipsis within the nominal group or the common noun that may be omitted and the function of head taken on by one of other elements (deictic, numerative, epithet or classifier). The deictic is normally a determiner, the numerative is a numeral or other quantifier, the epithet is an adjective and the classifier is a noun. According to Hassan and Halliday, this is more frequently a deictic or a numeral than epithet or classifier. The most characteristic instances of ellipsis, therefore are those with deictic or numerative as head.

Lexical Cohesion in Discourse Analysis

Lexical Cohesion Lexical cohesion comes about through the selection of items that are related in some way to those that have gone before (Halliday, 1985: 310). Types of lexical cohesion are repetition, synonymy and collocation. Furthermore, Halliday and Hasan (1976: 288) divide types of lexical cohesion into reiteration (repetition, synonymy or near-synonym, superordinate and general word) and collocation.

Substitution: A Grammatical Cohesion

Grammatical Cohesion According to Halliday and Hasan (1976: 4), cohesion occurs when the interpretation of some elements in the discourse is dependent on that of another. It concludes that the one element presupposes the other. The element cannot be effectively decoded except by recourse to it. Moreover, the basic concept of it is a semantic one. It refers to relations of meaning that exists within the text. So, when this happens, a relation of cohesion is set up, and the two elements, the presupposing and the presupposed, are thereby integrated into a text. Halliday and Hasan (1976: 39) classify grammatical cohesion into reference, substitution, ellipsis and conjunction. Substitution Substitution is a relation between linguistic items, such as words or phrases or in the other word, it is a relation on the lexico-grammatical level, the level of grammar and vocabulary, or linguistic form. It is also usually as relation in the wording rather than in the meaning. The criterion is the gram