Langsung ke konten utama

Bahasa dan Peradaban Bangsa

Aksara Jawa

Bahasa adalah simbol untuk menandai semua hal yang manusia kenali. Bahasa mampu merekam perkembangan manusia dari waktu-kewaktu. Lahir dan berkembangnya nilai-nilai dalam sebuah masyarakat juga diabadikan dalam bahasa. Jika selama ini bahasa hanya dipahami sebagai alat untuk berkomunikasi, agaknya pandangan itu mesti diperluas. Bahasa adalah karakter sebuah bangsa.
            Penyempitan cara pandang tentang bahasa bisa dilihat dari bagaimana pendidikan menempatkan bahasa. Pendidikan kita menentukan tiga bahasa yang diajarkan yaitu bahasa Indonesia, Inggris, dan daerah. Bahasa Indonesia porsinya sejajar dengan bahasa Inggris. Sedang bahasa daerah ditempakan sebagai muatan lokal.

            Meskipun sejajar, antara bahasa Indonesia dan Inggris sebenarnya terdapat kesenjangan. Munculnya program Rintisan Sekolah Berbasis Internasional (RSBI) membuat bahasa Indonesia semakin terpinggirkan. Bahasa pengantar dalam pengajaran harus menggunakan bahasa Inggris.
Para guru dari berbagai latar belakang Ilmu akhirnya mesti mendalami ulang bahasa Inggris. Seringkali itu membuat guru lupa untuk mengembangkan keilmuannya sendiri. Dalam mengajar, mereka pun terpaksa lebih fokus pada bahasa pengantar ketimbang materinya.
            Selain akibat praktis tersebut, secara tidak sadar kita juga sedang menghilangkan karaketer dan identitas kita sebagai bangsa. Jika kita kembalikan bahasa sebagai sistem simbol atas apa yang manusia kenali, dengan terpinggirkannya bahasa nasional, kita tengah menghapus pengetahuan kita tentang diri sendiri. Nilai, etika, bahkan moral warisan perjalanan peradaban yang tinggi sedang kita sia-siakan.
            Bahasa Inggris digunakan sebagai pengantar pembelajaran adalah untuk mempercepat kemajuan bangsa. Dengan pengetahuan bahasa Inggris yang baik diharpakan genrasi bangsa ini dapat cepat mengakses perkembangan ilmu pengetahuan. Argumen tersebut masih perlu diperdebatkan.
            Kita lihat Jepang, negara maju yang dipuji karena penanganan pasca-tsunami yang baik itu tetap memulyakan bahasa aslinya. Hanya sedikit orang Jepang yang mampu berbahasa Inggris. Tetapi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Jepang salah satu yang terbaik di dunia. Mereka menyadari bahwa nilai kerja keras, kejujuran, dan profesionalisme hanya ada dalam bahasa aslinya, bukan pada bahasa yang asing.
            Jika ingin menjadi bangsa maju kita mesti menempatkan bahasa Indonesia, Inggris, dan bahasa daerah secara proporsional. Bahasa Indonesia lahir setelah Sumpah Pemuda. Ia merekam nilai nasionalisme dan antikolonialisme. Bahasa Indonesia harus kita mulyakan agar bangsa ini menjunjung rasa persatuan dan kemandirian. Bahasa daerah ada sejak manusia ada di nusantara. Ia merekam secara lengkap perjalan kita sejak zaman purba hingga memiliki peradaban tinggi. Kita mesti melestarikan bahasa daerah sebagai sumber nilai untuk hidup maju dan berperadaban. Labih jauh, bahasa Inggris juga perlu untuk dipelajari agar kita bisa bertahan di era globalisasi. 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ellipsis in Discourse Analysis

The essential characteristic of ellipsis is something that is present in the selection of underlying (systematic) option that omitted in the structure. According to Halliday and Hasan (1976: 143), ellipsis can be regarded as substitution by zero. It is divided into three kinds, namely nominal ellipsis, verbal ellipsis, and clausal ellipsis. 1)         Nominal Ellipsis Nominal ellipsis means the ellipsis within the nominal group or the common noun that may be omitted and the function of head taken on by one of other elements (deictic, numerative, epithet or classifier). The deictic is normally a determiner, the numerative is a numeral or other quantifier, the epithet is an adjective and the classifier is a noun. According to Hassan and Halliday, this is more frequently a deictic or a numeral than epithet or classifier. The most characteristic instances of ellipsis, therefore are those with deictic or numerative as head.

Lexical Cohesion in Discourse Analysis

Lexical Cohesion Lexical cohesion comes about through the selection of items that are related in some way to those that have gone before (Halliday, 1985: 310). Types of lexical cohesion are repetition, synonymy and collocation. Furthermore, Halliday and Hasan (1976: 288) divide types of lexical cohesion into reiteration (repetition, synonymy or near-synonym, superordinate and general word) and collocation.

Substitution: A Grammatical Cohesion

Grammatical Cohesion According to Halliday and Hasan (1976: 4), cohesion occurs when the interpretation of some elements in the discourse is dependent on that of another. It concludes that the one element presupposes the other. The element cannot be effectively decoded except by recourse to it. Moreover, the basic concept of it is a semantic one. It refers to relations of meaning that exists within the text. So, when this happens, a relation of cohesion is set up, and the two elements, the presupposing and the presupposed, are thereby integrated into a text. Halliday and Hasan (1976: 39) classify grammatical cohesion into reference, substitution, ellipsis and conjunction. Substitution Substitution is a relation between linguistic items, such as words or phrases or in the other word, it is a relation on the lexico-grammatical level, the level of grammar and vocabulary, or linguistic form. It is also usually as relation in the wording rather than in the meaning. The criterion is the gram