Langsung ke konten utama

Kicauan Senyap di Dunia Maya



Penayangan Film Senyap direspon positif para pengguna sosial media. Ini tampak dari ribuan kicauan para nitzen di akun @Anonymous_TAoK. Pendapat mereka beragam mulai dari kesan sampai pada analisis soal peristiwa 1965. Bagaimana keramaian kicauan para neitzen? Ini adalah beberapa di antaranya.
Akun tweeter Film Senyap hingga 16 Februari 2015 tercatat diikuti oleh 3.022 followers. Mereka datang dari sejumlah latar belakang dan profesi. Pada kicauan terakhirnya, Anonim Senyap menulis “We are deeply honored that THE LOOK OF SILENCE won the Peace Award at the Berlin Film Festival”. Rupanya, Film Senyap kembali lagi mendapat penghargaan. Kali ini, Festival Film Berlin memberikan penghargaan dalam kategori  Film Perdamaian.

Film Senyap diputar di sejumlah tempat dan institusi. Kampus-kampus tampaknya sangat bersemangat untuk menggelar film soal peristiwa 65 ini. Ini seperti undangan nonton bareng dari Pers Mahasiswa Poros UAD Yogyakarta. Melalui akun @porosUAD, ia menulis, Malam ini 18.00 WIB | Pemutaran dan Diskusi Film Senyap | di Ruang 102 Kampus 2 UAD | Mari Ramaikan!” Uniknya, Ormas Islam Nahdatul Ulama (NU) melalui lembaga keseniannya Lesbumi menjadikan nonton bareng Film Senyap untuk memperingati hari lahir NU. Akun @nu_online pada 26 Januari menulis, “Hadirilah, Diskusi dan Pemutaran Film Senyap di PBNU.”
Hampir seluruh neitzen memberikan kesan positif. Salah satu tanggapan datang dari Krisna dengan akun @Pramoedya_AK. Dia menulis, “Bapakku tertarik bgt nonton film senyap… dia bilang “film ini seharusnya ditonton setiap pelajar”. Keinginan agar film ini bisa ditonton oleh lebih banyak orang tentunya didasari oleh alasan-alasan yang menarik pula.  Akun @cakalmadury semisal menyukai Film Senyap karena bisa membuka diskusi soal peristiwa seputar 65. Beberapa neitzen bahkan tampat sudah cukup paham mengenai G30S. Aan Anshori menyebut bahwa film ini bisa mengungkap dalang dari pelanggaran HAM berat pada 65. Dalam akun @Aananshori ia menulis, “Film #senyap ini medium bagi kita untuk belajar mematahkan pewarisan politik kekerasan yg dilakukan Negara meminjam tangan warga.” Mereka yang telah menonton Film Senyap berharap jika peristiwa 65 bisa segera terungkap agar bangsa ini bisa segera move on. “Negara tak akan pernah bisa maju ke depan, jika yang dibelakang belum diluruskan hingga sekarang,” tulis pemiliki akun @Tengkulramani.
Perhatian juga muncul dari sejumlah pengguna sosial media di luar negeri. Akun @welovedo semisal menulis, “Missed the in-depth discussion between @JoshuaOppenheimer & @wernerherzog on @lookofsilince at @berlinale”. Mereka sangat mengapresiasi karya Joshua. “The Look of Silence is quite simply an incredible film @JoshuaOppenheim. Amazing effort from you and your team,” Josh Dye pada akun @JoshDye91. Selain di Indonesia, Film Senyap juga diputar di sejumlah negara. Hampir seluruh penghargaan yang diterima Joshua juga berasal dari dunia internasional.
Namun demikian, penayangan Film Senyap juga sempat mendapat penolakan. Di beberapa tempat, acara nonton bareng bahkan dibubarkan paksa. Mahasiswa IAIN J dengan akun @WujudkanHAM menulis, “Meski pemutaran film senyap di Unmuh telah digagalkan oleh FPI yang ternyata mhs IAIN Jember. Namun malam ini tidak ada tanda2 penggagalan.” Sebagian bersa pembubaran memang dilakukan oleh Ormas dengan “bendera Islam”. Akan tetapi, terdapat neitzen cukup kritis dengan mencurigai adanya permainan di belakang aksi pembubaran. “Pemutaran Film Senyap Meresahkan Warga atau TNI?,” tulis Sudarsono Syah lewat akun @SudarsonoSyah.
Selain pembubaran, Film Senyap juga dinyatakan tidak lulus sensor oleh Lembaga Sensor Film (LSF). Melalui surat dengan nomor 04/0CP.NAS/TlK/lSF.XII/2014, LSF menyatakan Film Senyap ditolak seutuhnya untuk dipertontonkan kepada khalayak umum dan/atau bioskop. Keputusan sepihak LSF ini kemudian menuai protes dari berbagai pihak. “Komnasham dukung film Senyap; tapi LSF menolak film Senyap: okey, mari adu argumentasi di forum publik!” tulis Otto Syamsuddin Ishk melalui akun @osimparsial. Protes keras juga diberikan langsung oleh sang sutradara. Joshua dalam akun @JoshuaOppenheim menulis, “Indonesia’s film censors violate the human right to freedom of expressioon.” Keputusan LSF dianggap menciderai penegakan HAM dan kebebasan berekspresi.
Uniknya, beberapa pengguna sosial media juga mengharapkan agar Presiden Jokowi bisa ikut menyaksikan Film Senyap. Attari rahmi melalui akun @attariot semisal menulis, “Pak @jokowi_do2, masa lalu masa lupa? Tonton film #Senyap.” Hal itu adalah simbolisasi dari tekanan pada pemerintah agar segera menuntaskan pelanggaran HAM pada peristiwa seputar 1965. Untuk tujuan itu, pengguna tweeter Pamflet bahkan sengaja membuat petisi. “Sudah 1.523 pendukung petisi change.org/senyap. Ayo kita buat @jokowi_do2 #nontonSenyap. Isi petisinya guys!” tulisnya pada akun @_pamflet. Pada akhirnya, publik ingin agar melalui Film Senyap, bangsa ini bisa belajar dan tidak terjermbab pada lubang yang sama. “Film Senyap ini mempunyai tujuan yang baik. Masyarakat diingatkan kembali akan kejadian 65 yang belum sepenuhnya selesai,”PMII UI melalui akun @PMII-UI.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ellipsis in Discourse Analysis

The essential characteristic of ellipsis is something that is present in the selection of underlying (systematic) option that omitted in the structure. According to Halliday and Hasan (1976: 143), ellipsis can be regarded as substitution by zero. It is divided into three kinds, namely nominal ellipsis, verbal ellipsis, and clausal ellipsis. 1)         Nominal Ellipsis Nominal ellipsis means the ellipsis within the nominal group or the common noun that may be omitted and the function of head taken on by one of other elements (deictic, numerative, epithet or classifier). The deictic is normally a determiner, the numerative is a numeral or other quantifier, the epithet is an adjective and the classifier is a noun. According to Hassan and Halliday, this is more frequently a deictic or a numeral than epithet or classifier. The most characteristic instances of ellipsis, therefore are those with deictic or numerative as head.

Lexical Cohesion in Discourse Analysis

Lexical Cohesion Lexical cohesion comes about through the selection of items that are related in some way to those that have gone before (Halliday, 1985: 310). Types of lexical cohesion are repetition, synonymy and collocation. Furthermore, Halliday and Hasan (1976: 288) divide types of lexical cohesion into reiteration (repetition, synonymy or near-synonym, superordinate and general word) and collocation.

Substitution: A Grammatical Cohesion

Grammatical Cohesion According to Halliday and Hasan (1976: 4), cohesion occurs when the interpretation of some elements in the discourse is dependent on that of another. It concludes that the one element presupposes the other. The element cannot be effectively decoded except by recourse to it. Moreover, the basic concept of it is a semantic one. It refers to relations of meaning that exists within the text. So, when this happens, a relation of cohesion is set up, and the two elements, the presupposing and the presupposed, are thereby integrated into a text. Halliday and Hasan (1976: 39) classify grammatical cohesion into reference, substitution, ellipsis and conjunction. Substitution Substitution is a relation between linguistic items, such as words or phrases or in the other word, it is a relation on the lexico-grammatical level, the level of grammar and vocabulary, or linguistic form. It is also usually as relation in the wording rather than in the meaning. The criterion is the gram