Langsung ke konten utama

Menatap Masa Depan Para Calon Guru Indonesia

sekolah rusak

Jurusan keguruan di berbagai perguruan tinggi di Indonesia begitu diminati beberapa tahun terakhir ini. Ini terlihat dari membludaknya jumlah pendaftar jurusan keguruan baik di perguruan tinggi negeri maupun swasta. Beberapa perguruan tinggi hingga harus menambah kuota untuk menyikapi fenomena ini.
Hal ini cukup mengejutkan karena sebelumnya jurusan keguruan dianggap jurusan kelas 2. Mereka yang masuk jurusan ini biasanya dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Saat ini, orang tua dari berbagai kalangan lebih cenderung mengarahkan anak-anaknya menjadi para calon guru.

Minat besar terhadap jurusan kependidikan disebabkan oleh beberapa hal. Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen adalah salah satunya. Lewat UU tersebut, tunjangan sertifikasi guru bisa mencapai lebih dari 4 juta rupiah. Selain itu, kesempatan kerja provesi guru masih cukup luas ketimbang provesi lainnnya. Jika dilihat, alasan menjadi calon guru saat ini lebih kepada soal mencari penghidupan, bukan lagi soal pengabdian. Kiranya hal tersebut tidak terlalu baik bagi nasib kualitas pendidikan Indonesia ke depannya.
Guru adalah provesi yang kompleks. Ia mesti menjadi sosok yang ideal di berbagai lingkungan. Akronim jawa bahwa guru itu digugu lan ditiru (menjadi panutan dan tuntunan), menjadi hal yang wajib dimengerti. Di masyarakat, guru seringkali menjadi sosok yang dianggap tahu segalanya. Masyarakat bisasanya menjadikan para guru sebagai konsultan tiap kali terjadi masalah.
Dalam tugasnya mendidik para siswa, guru harus menjadi sosok yang hampir sempurna. Ia mesti benar-benar menguasai materi yang diajarkan. Lebih dari itu, guru juga harus paham bagaimana agar para siswa mengerti apa yang ia ajarkan. Memotivasi dan memahami kondisi psikologis siswa pula hal yang guru harus dikuasai.
Di atas semua itu, guru harus mampu menumbuhkan kesadaran moral dan sosial siswa. Ini pekerjaan yang tak mudah. Pembelajaran moral dan sosial tak bisa hanya diberikan dalam konsep belajar-mengajar sebuah materi. Guru harus menjadi model nyata dari bentuk kesadaran tersebut. Sedikit saja guru bertindak menyalahi tatanan moral dan sosial akan memberikan dampak teramat buruk bagi siswanya.   
Guru adalah salah satu aspek terpenting dalam pendidikan. Baik tidaknya kualitas guru akan menentukan bagaimana siswanya kelak terbentuk. Ini berarti guru juga adalah salah satu ujung tombak terpenting nasib bangsa ini. Dengan membludaknya jumlah mahasiswa keguruan, sudahkah sistem pendidikan yang ada mampu membentuk guru yang ideal?
Sulit untuk menjawabnya. Realitasnya, minat terhadap jurusan keguruan masih dipandang dalam segi bisnis semata. Beberapa penyedia pendidikan guru masih memandang jurusan ini berkelas 2. Sehingga, fasilitas dan kurikulum pendidikan guru tak dirancang semaksimal sebagaimana seharusnya. Terdapat pula perguruan tinggi yang mengadakan kuliah jarak jauh demi untuk menjaring minat masyarakat di daerah. Banyak diantaranya tak sesuai dengan standar perkuliahan jarak jauh.
Minat besar terhadap jurusan keguruan sebenarnya adalah tantangan. Fenomena ini membuat in put calon guru sangat bervariasi. Bukan hanya pada soal kemampuan kognitif, karakter para calon guru juga begitu beragam. Bahkan, mungkin ada diantaranya karakter calon guru yang teramat bertentangan dengan kualifikasi seorang guru.
Semua itu adalah tanggungjawab perguruan tinggi bersama pemerintah untuk memastikan out put para calon guru tersebut sesuai. Perguruan tinggi harus menyusun kurikulum pendidikan guru yang mencakup semua kompetensi guru terutama ihwal idealisme seorang guru. Pemerintah harus mengawasi betul semua lembaga penyedia pendidikan guru. Jika terdapat lembaga yang tak sesuai standar, pemerintah mesti tegas menertibkannya.  

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ellipsis in Discourse Analysis

The essential characteristic of ellipsis is something that is present in the selection of underlying (systematic) option that omitted in the structure. According to Halliday and Hasan (1976: 143), ellipsis can be regarded as substitution by zero. It is divided into three kinds, namely nominal ellipsis, verbal ellipsis, and clausal ellipsis. 1)         Nominal Ellipsis Nominal ellipsis means the ellipsis within the nominal group or the common noun that may be omitted and the function of head taken on by one of other elements (deictic, numerative, epithet or classifier). The deictic is normally a determiner, the numerative is a numeral or other quantifier, the epithet is an adjective and the classifier is a noun. According to Hassan and Halliday, this is more frequently a deictic or a numeral than epithet or classifier. The most characteristic instances of ellipsis, therefore are those with deictic or numerative as head.

Lexical Cohesion in Discourse Analysis

Lexical Cohesion Lexical cohesion comes about through the selection of items that are related in some way to those that have gone before (Halliday, 1985: 310). Types of lexical cohesion are repetition, synonymy and collocation. Furthermore, Halliday and Hasan (1976: 288) divide types of lexical cohesion into reiteration (repetition, synonymy or near-synonym, superordinate and general word) and collocation.

Substitution: A Grammatical Cohesion

Grammatical Cohesion According to Halliday and Hasan (1976: 4), cohesion occurs when the interpretation of some elements in the discourse is dependent on that of another. It concludes that the one element presupposes the other. The element cannot be effectively decoded except by recourse to it. Moreover, the basic concept of it is a semantic one. It refers to relations of meaning that exists within the text. So, when this happens, a relation of cohesion is set up, and the two elements, the presupposing and the presupposed, are thereby integrated into a text. Halliday and Hasan (1976: 39) classify grammatical cohesion into reference, substitution, ellipsis and conjunction. Substitution Substitution is a relation between linguistic items, such as words or phrases or in the other word, it is a relation on the lexico-grammatical level, the level of grammar and vocabulary, or linguistic form. It is also usually as relation in the wording rather than in the meaning. The criterion is the gram