Jargon “revolusi mental” sempat membahana
pada masa kampanye Pilpres 2014 silam. Terlepas dari keberpihakan politis pada
siapapun, jargon itu selayaknya mesti diapresiasi. Revolusi mental merupakan
rumusan aktual dalam kontkes Indonesia kekinian. Persoalan bangsa yang tak
kunjung menemukan ujung pangkal adalah alasan kuat perlunya sebuah revolusi
mental.
Menghitung permasalahan di negeri ini bisa
sesulit menghitung bintang di langit. Persoalan-persoalan pelik itu saling
berkelindan membelit cita-cita kemerdekaan bangsa. Sejumlah tawaran solusi yang
diuji coba belum satupun yang menampakan hasil signifikan. Orde reformasi yang
dipuja sebagai momentum perubahan pun mandul. Hingga hari ini, bangsa ini terus
saja terjebak dalam lingkaran keterpurukan. Adalah memilukan jika melihat
begitu pesatnya perkembangan negara-negara lain yang usia kemerdekaannya jauh
lebih muda. Di kawasan Asia Tenggara semisal, Indonesia — dalam aspek eknomi,
politik, IPTEK, dan bahkan kebudayaan — mulai disalip oleh negara-negara yang
sepuluh atau dua puluh tahun lalau masih “berguru” pada kita.
Persoalan tersebut tampaknya mesti disikapi
secara sangat serius. Jika dipahami secara mendalam, hambatan utama kemajuan
Indonesia bukan pada soal sumber daya alam dan manusia. Tidak ada yang mampu
mengelak dari fakta soal begitu kayanya alam kita. Tidak ada pula yang berani
menyepelekan kecerdasan manusia-manusia Indonesia. Hal yang tidak bisa
dipungkiri adalah bahwa mentalitas penyelenggara negara kita masih lemah. Birokrat
kita masih meyakini dirinya adalah priyayai yang mesti dilayani. Mereka sulit
untuk memahami dirinya sebagai abdi: pelayan masyarakat. Sedihnya, mentalitas
itu menular pada lembaga-lembaga publik non-pemerintah. Tidak hanya lembaga
yang dihidupi dari APBN, lembaga swasta yang dinafkahi oleh dana masyarakat pun
menunjukan gejala yang sama. Mentalitas yang demikian pada akhirnya sangat
menghambat kemajuan bangsa.
Soal mentalitas birokrasi yang demikian
merupakan cerita lama. Tema itu sudah tak terhitung lagi dibahas pada seminar-seminar
dan buku-buku. Namun demikian, semua berakhir pada tataran wacana. Solusi yang
digaungkan melalui istilah “reformasi birokrasi” tidak berjalan seindah teori. Pada
akhirnya, kita seolah dipaksa untuk menerima dan memaklumi semua itu. Seolah
itulah diri kita. Itulah mentalitas otentik bangsa Indonesia. Kita lupa bahwa
sedari dulu manusia nusantara adalah manusia yang tangguh.
Anomali mentalitas itu perlu untuk segera
diakhiri. Revolusi mental merupakan tawaran yang cukup masuk akal kiranya. Perubahan
secara siginifikan kini mendesak dilakukan pada lembaga-lembaga publik — lembaga
yang didanai oleh dana masyarakat baik negara maupun swasta. Pertanyaan yang
kemudian muncul adalah bagaimana menterjemahkan revolusi mental pada ranah praksis.
Jangan sampai revolusi mental hanya menjadi jargon untuk kepentingan politis
sesaat.
Mentalitas merupakan hal yang kompleks dan
terkait dengan banyak hal. Merubahnya memang tak semudah membalik telapak
tangan. Alternatif yang paling mungkin dilakukan adalah dengan perbaikan sistem
tata kelola lembaga publik. Lembaga publik harus memiliki manajemen yang
memungkinkan adanya perbaikan mentalitas. Pendekatan yang mesti diaplikasikan
tidak dapat hanya dilakukan dari dalam. Perbaikan internal saja ternyata
membuat reformasi birokrasi mengalami kegagalan. Harus pula ada koreksi serta
pengawasan dari luar. Ini artinya publik mesti ikut serta dalam pengawasan
lembaga publik. Dalam hal ini, lembaga mesti menghormati hak atas informasi
publik.
Keterlibatan publik dalam pengawasan lembaga
publik sejatinya merupakan keniscayaan dalam sebuah negara demokrasi — yang bersandar
pada pengormatan atas Hak Asasi Manusia (HAM). Sebuah negara demokrasi seperti
Indonesia harus menjamin tegaknya hak atas informasi publik sebagai wujud
penghormatan atas HAM. Secara literal, “hak untuk mencari, menerima, dan
menyampaikan informasi dan pemikiran” tercantum dalam pasal 19 Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Ketentuan tersebut juga tercantum pada
Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR). Baik DUHAM maupun ICCPR merupakan
pilar utama dari instrumen induk HAM internasional (International Bill of Human
Rights). Hak atas informasi publik terkait dengan hak untuk bebas
berekspresi dan menyatakan pendapat yang diamanatkan oleh konstitusi Pasal 28F UUD 1945. Hak atas informasi publik juga dijamin oleh Resolusi Majelis
Umum PBB 2200A (XXI) tahun 1966. Indonesia telah meratifikasi resolusi PBB
tersebut melalui UU No. 12 Tahun 2005.
Di
Indonesia, hak atas informasi publik mulai menjadi perhatian sejak bergulirnya reformasi
1998. Perjuangan untuk mendesak negara menjamin hak atas informasi publik beriringan
dengan perjuangan atas penegakan HAM. Pengakuan akan hak atas informasi publik diawali
dengan adanya amandemen UUD 1945 ke-II[i]. Berikutnya, UU
No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (Pasal 14) [ii] serta UU No.
12 Tahun 2005 tentang ICCPR[iii] juga
mengisyaratkan penjaminan hak atas informasi publik. Pengakuan akan hak atas
informasi publik ini melibatkan tarik-ulur yang cukup panjang antara pemerintah
dengan DPR. Terdapat sejumlah subtansi rancangan undang-undang yang menjadi
perdebatan. Akhirnya, baru pada tahun 2008 DPR mengesahkan sebuah undang-undang
yang spesifik menjamin hak atas informasi publik.
Regulasi tersebut terwujud dalam UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Salah satu poin penting UU KIP adalah “menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan suatu keputusan publik” dan untuk “mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik: transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan”. Dengan UU KIP ini Indonesia telah secara resmi mengakui hak atas informasi publik.
UU KIP tersebut menegaskan bahwa usaha
masyarakat untuk mendapatkan informasi seputar lembaga publik telah dilindungi
dan dijamin oleh sebuah payung hukum yang kuat. Lembaga publik mesti memiliki
etikat baik untuk memberikan informasi seputar lembaganya. Jika sebuah lembaga
publik tidak kooperatif, lembaga tersebut dapat disengketakan karena dianggap
telah melanggar undang-undang. Sengketa yang timbul ditangani oleh Komisi
Informasi Publik Pusat.
Komisi Informasi Publik Pusat merupakan
lembaga ad hoc yang bertugas untuk menjamin efektifitas dari berlakunya
UU KIP. Namun demikian, pola kerja dari komisi tersebut relatif terbatas karena
hanya menunggu adanya pengaduan publik. Terhitung sejak resmi berlakunya UU KIP
(tahun 2010), kinerja dari komisi ini belum menunjukan capaian yang menonjol. Banyak
lembaga publik, bahkan di level nasional, yang belum sepenuhnya patuh pada UU
KIP. Akibatnya, UU KIP — yang teramat penting ini — seolah menjadi perkakas berdebu
di dalam gudang yang terkunci rapat. Keberadaanya yang penting untuk merevolusi
mental lembaga publik menjadi semacam fatamorgana. Akhirnya, publikalah yang
terus saja mendapat dampak dari rendahnya pelayanan lembaga publik. Lebih jauh
lagi, visi Indonesia untuk menjadi negara maju terus saja terhambat. Jika kita
serius ingin melakukan revolusi mental dalam rangka kemajuan bangsa, mau tidak
mau, efektifitas dari UU KIP ini mesti dimaksimalkan.
Menilik sejumlah keterbatasan dari Komisi
Informasi Publik Pusat untuk mendorong kepatuhan lembaga publik pada UU KIP,
keberadaan mitra kerja tampaknya menjadi sangat krusial. Mitra kerja yang
dimaksud dapat berupa kelompok masyarakat yang serius dan fokus melakukan
pengamatan terhadap berlakunya UU KIP. Kelompok ini dapat berupa Organisasi
Non-Pemerintah (Ornop) yang menggalakan sejumlah program untuk mendorong
keterbukaan informasi publik. Program seperti riset dan sosialisasi atas UU KIP
dapat mendorong lembaga publik untuk lebih terbuka. Lembaga mitra yang
menjalankan program tersebut mesti memiliki jaringan secara nasional. Ini
karena komisi pusat juga membawahi komisi-komisi di daerah. Kebedaraan lembaga
tersebut akan sangat membantu Komisi Informasi Pusat untuk lebih produktif.
Jika terdapat lembaga mitra dari Komisi
Informasi Publik, kepatuhan lembaga publik pada UU KIP dapat lebih bisa
ditingkatkan. Kiranya hal tersebut dapat menjadikan jargon “Revolusi Mental”
tidak lagi semata menjadi lagu indah sebelum tidur. Revolusi mental sangat
mendesak untuk segera dikobarkan. Hidup Revolusi!!!
[i]
Konstitusi UUD 1945 Amandemen II (Pasal 28F): “Setiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi
untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.
[ii]
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (Pasal 14): “Setiap
orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya; (2) Setiap orang berhak untuk
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi
dengan menggunakan sarana yang tersedia.
[iii]
Serupa dengan ketentuan pada European Convention on Human Rights (Pasal
10); American Convention on Human Rights (Pasal 13); dan sedikit
berbeda dengan African Charter on Human and Peoples’ Rights.
Memang banyak cara yang bisa di lakukan untuk menjadi cepat kaya... Ada yang baik ataupun instan.. tidak dapat di pungkiri setiap manusia memiliki sifat yang ingin cepat kaya dengan cara mudah...
BalasHapusbeberapa cara yang di tempuh pun beraneka ragam, ada yang pesugihan, ada yang bermain judi online, dan masih banyak lainnya..
saya ingin rekomendasi 1 situs judi online yang saya main setiap harinya... Memang tidak mudah untuk cepat kaya melalui judi online ini, tetapi saya sudah coba lebih cepat kaya bermain judi online disitus ini..
1 hari menang 1 juta sampai 10 juta saja ... 1 bulan - 1 tahun sudah cukup dari cukup...
Semua pilihan ditangan anda..
Ingin bermain judi online ? dan ikut gabung bersama saya ? Klik daftar di link ini : http://159.89.197.59/register/
Bolavita Agen Judi Online Terpercaya dengan keamanan ketat yang dijamin Aman Dan Nyaman ketika bermain, Tersedia berbagai jenis permainan seperti Casino Live, Tembak Ikan Online, Taruhan Bola Online, Slot, Bola Tangkas, Togel Online Dan masih banyak lainnya.
Pakai Kode Promo (#pemainayam) untuk dapat Bonus Meriah dibawah ini:
♥ Bonus Deposit Pertama 10%
♥ Bonus Cashback s/d 10%
♥ Bonus Rollingan 0.5% + 0.7%
♥ Bonus Referral 7% + 2% seumur hidup !
Kontak Layanan 24 Jam online :
• WhatsApp : +62812–2222–995
• Wechat : Bolavita
• Line : cs_bolavita
• Telegram : @bolavitacc