ledakan dalam konflik Libya |
Libya adalah negara penghasil minyak terbesar di benua Afrika. Cadangan minyak Libya lebih dari 46,4 miliyar barel. Negara yang selama ini bergantung pada pasokan minyak Libya tidak lain adalah negara-negara di kawasan Amerika dan Eropa.
Setelah sekian waktu Libya bergolak, pasokan minyak dunia cukup terganggu. Harga minyak dunia hingga pernah menyentuh 105,75 dollar per barel. Padahal, minyak bumi adalah energi utama dalam menggerakan roda perekonomian. Bisa saja pertumbuhan ekonomi negara maju seperti Amerika menurun atau bahkan mengalami krisis jika Libya terus bergolak.
Konflik di Libya memang sangat memperihatinkan. Untuk alasan apapun tindakan Presiden Khadafi yang menggunakan kekuatan militer untuk menyerang rakyatnya sendiri tidak bisa dibenarkan. Meski demikian, tindakan pasukan sekutu dibawah komando Prancis yang melakukan agresi terhadap Libya juga bukan tindakan yang arif. Walaupun penegakan demokrasi dan kemanusiaan yang diklaim menjadi alasan utama agresi, motif ekonomi negara-negara maju tak bisa dielakan. Serangan sekutu disinyalir merupakan usaha negara maju untuk mengamankan pasokan minyak dalam negerinya. (dimuat di Kedaulatan Rakyat)
Agresi militer sekutu membuktikan bahwa rumor hegemoni dan intervensi negara maju terhadap negara berkembang adalah nyata adanya. Negara maju akan selalu mencoba mempertahankan posisi keunggulannya meski harus mencegah negara berkembang untuk menjadi maju sekalipun.
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang mesti belajar dari apa yang terjadi di Libya. Dari segi kekayaan alam, negeri ini memiliki kekayaan alam yang luar biasa. Tapi, pengelolaan kekayaan alam terutama bahan mineral masih didominasi negara maju. Ada baiknya pemerintah mengevaluasi kembali kontrak korporasi asing terhadap eksploitasi kekayaan alam kita.
Jika yang tengah terjadi di Libya adalah skenario negara maju yang disebut dengan program The New South East – Timur Tengah Baru – bisa saja skenario itu juga diterapakan di Indonesia. Skenario itu seringkali dimulai dengan menimbulkan ketidakpercayaan antara rakyat dan pemerintah. Setelah terjadi revolusi, negara maju masuk seolah-olah menjadi penengah. Dalam usaha menengahi tersebutlah negara maju ikut menentukan konstitusi penting yang tak lain untuk mengamankan kepentingan negara maju itu sendiri.
Melihat kondisi nasional beberapa waktu terakhir ini yang diwarnai banyak persoalan besar kita mesti waspada. Berkali-kali kata revolusi dan people power diserukan sebagai sikap ketidakpuasan terhadap negara dan pemerintah. Apa yang terjadi di beberapa negara timur tengah mesti menjadi dorongan bagi pemerintah untuk sungguh-sungguh dan jujur bekerja bagi rakyatnya. Masyarakat juga mesti arif dalam menyampaikan setiap aspirasinya. Usahakan semua dialektika antara pemerintah dan rakayat selalu dalam bingkai konstitusi. Jangan sampai suatu saat ketentraman kita terkoyak oleh skenario barat seperti halnya di Libya.
Komentar
Posting Komentar