“Barangsiapa menasehati
saudaranya dengan sembunyi-sembunyi, berarti ia telah menasehati dan
mengindahkannya. Barangsiapa menasehati dengan terang-terangan, berarti ia
telah mempermalukan dan memburukkannya.”
(Imam
Syafi’I dalam Shahih Muslim Bisyar An-Nawawi)
Sedari 2012 saya
terlibat di sejumlah riset terkait Ormas dan gerakan Islam bersama PUSHAM
Universitas Islam Indonesia. Pada kurun waktu itu saya dan rekan-rekan bertandang
ke sejumlah Ormas Islam terutama di Jawa. Sosok Abu Bakar Ba’asyir semisal
pertama saya temui di Pesantren Al Mukmin, Ngruki Solo dan setahun berikutnya
saya temui ketika ia telah menghuni Lapas Batu Nusakambangan. Sosok lain
seperti Muchlas dan Amrozi, terpidana kasus Bom Bali, saya telusuri dari tempat
eksekusinya di pedalaman Nusakambangan hingga pesantren mereka di Paciran,
Lamongan.
Untuk memahami sebuah
Ormas biasanya kami memadukan studi pustaka dan penelitian lapangan. Ketika
mencoba memahami Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA) semisal kami mengumpulkan
sejumlah literasi terkait Ormas yang berpusat di Solo tersebut. Setelah itu,
kami mengadakan wawancara dan observasi. Kami tinggal sekitar satu minggu di
kantor pusat MTA di Mangkubumi, Solo. Selama seminggu itu kami mewawancari sejumlah
tokoh penting MTA seperti Ustadz Sukino. Hasilnya kami memahami renik
organisasi itu dari soal warna gerakan hingga konflik di dalamnya. Selain MTA,
kami juga telah melakukan riset pada Ormas Islam lain termasuk NU dan Muhammadiyah,
Ormas di mana saya menjadi warganya.
Dalam sudut pandang
riset, perjalanan ke Ormas Islam dan pesantren itu membuat kami memahami peta
gerakan Islam di Indonesia. Data tersebut penting semisal untuk membaca
kontestasi politik lokal dan nasional. Isu-isu seperti kebangsaan dan terorisme
dapat pula dicermati menggunakan hasil riset tersebut. Bagaimana dinamika Ormas
Islam menuju 2019 juga dapat diprediksi hampir akurat.
Secara personal, keterlibatan
saya dalam riset-riset tersebut membuat saya memiliki kepekaan untuk membaca
sebuah Ormas, khususnya Ormas Islam. Saya cukup bisa untuk memprediksi kondisi
sebuah Ormas dari pertama berkomunikasi. Saya juga cukup punya bekal untuk
melakukan tracking personal dalam
sebuah Ormas terkait motif pribadi hingga warna gerakannya.
****
Semester ini
memiliki beberapa kelas besar. Salah satunya adalah kelas Introduction to Journalism. Karena berupa kelas besar maka jelas
mahasiswanya juga beragam. Pada satu pertemuan saya mesti menjelaskan The Philosophy of Journalism.
Sebelum bicara
banyak soal filsafat jurnalisme tentunya mahasiswa mesti memahami apa itu
filsafat dan ideologi. Meski kampus kami adalah kampus Muhammadiyah, mahasiswa
di dalamnya tentu berasal dari berbagai latar belakang. Kalau dilihat dari
kostumnya itu ada yang ngehits hingga
bernikab atau bercadar.
Saya kemudian
menjadikan tiga mahasiswa sebagai volunteer.
Satu mahasiswa bercelana blue jeans belel, satu mahasiswi berhijab panjang, dan
satu mahasiswa bercadar. Saya beri mereka satu pertanyaan, “bagaimana musik
dalam pandanganmu?”. Mahasiswa berjeans belel menjawab musik dalah bahasa
universal yang diterima semua manusia dari semua ras, suku, dan agama. Mahasiswa
berhijab panjang menjawab musik itu baik asal mengajak berbuat kebaikan.
Mahasiswa bercadar menjawab dengan tegas jika musik itu haram. Ia bahkan
menyebutkan dalilnya.
Saya tidak
menentukan mana jawaban yang benar atau salah soal musik. Saya katakan bahwa
mungkin saja saya juga punya pandangan lain soal musik. Dari Jawaban mahasiswa
tadi saya menerangkan bahwa ketiganya punya identitas yang berbeda. Identitas
itu terkait dengan cara pandang mereka pada suatu hal. Cara pandang itulah yang
disebut ideologi.
Saya kemudian mengajak
seisi kelas menyadari bahwa mereka memiliki identitas yang berbeda. Karena itu,
cara pandang mereka pada satu hal barangkali berbeda. Tetapi saya tekankan
bahwa tidak ada satu pun manusia yang memiliki identitas tunggal. Mahasiswa
berjiens belel itu mungkin saja selain mahasiswa juga adalah musisi rock tapi
juga lulusan pesantren bahkan dari SD. Mahasiswi bercadar itu mungkin saja
adalah santri baru sebuah pesantren dan berasal dari keluarga non-muslim.
Dari situ saya
kemudian mengajak mehasiswa memahami jika walaupun mereka memiliki lipatan
identitas yang berbeda dengan ideologi yang berkelindan di dalamnya, mereka
sama dalam identitasnya sebagai orang Islam dan warga Indonesia. Namun saya
tidak naif dengan berhenti pada kesamaan identitas itu. Saya mengajak mahasiswa
menerima fakta bahwa sudut pandang soal Islam dan Indonesia juga beragam dan
saling berebut ruang wacana.
Perbincangan
kemudian saya bawa pada era perjuagan kemerdekaan Indonesia. Saya bicara tiga
kelompok politik besar saat itu: nasionalis, Islam, dan komunis. Ketiga
kelompok itu mengidentifikasi Belanda dalam terminilogi yang berbeda: “penjajah”
oleh nasionalis, “kafir” oleh Islam, dan “kapitalis” oleh komunis. Ketiga
kelompok itu melawan Belanda dan Jepang di kemudian hari hingga lahirlah
Proklamasi Kemerdekaan RI.
Lantas, saya katakan
bahwa ketiga kelompok itu kemudian berbeda pandangan dalam menafsirakn istilah “negara”
atau “nation”. Lewat Pancasila dan UUD 45, perbedaan itu sempat terjaga. Namun,
sejumlah kelompok tetap berusaha menjadikan keyakinan mereka soal “negara” itu
menjadi wacana yang menang. Kelompok Islam kemudian memberontak untuk
mendirikan negara Islam namun kalah. Kelompok komunis juga memberontak lewat
peristiwa G30 S dan akhirnya juga kalah.
Dari pertarungan
tersebut apakah bisa dikatakan kelompok nasionalis yang menjadi pemenang? Tidak
sepenuhnya. Kemenangan tafsir NKRI terjadi karena ada dua identitas yang saling
berkelindan menjadi mayoritas: nasionalis dan Islam. Dan saya katakan bahwa
Ormas yang mendamaikan dua identitas itu adalah Muhammadiyah dan NU. Namun,
saya juga tidak naif dengan menyimpulkan itu dengan romantisme kisah
persahabatan Muhammad Darwis atau KH. Ahmad Dahlan (Pendiri Muhammadiyah) dan
KH. Hasyim Asy’ari (Pendiri NU) yang sama-sama murid KH Syaikhona Kholil Bangkalan.
Saya hanya sejenak
megisahkan cerita bersahabatan kedua pahlawan nasional tersebut. Setelah itu
saya jelaskan bahwa di antara Ormas Islam yang menyatukan Indonesia dan Islam
sebagai identitas, termasuk Muhammadiyah dan NU, juga bersaing berebut ruang
wacana.
Kisah mahsyur Ki
Dahlan dan surah Al-Ma’un ayat 1-7 kemudian saya sampaikan. Saya dan mahasiswa
berdiskusi mengapa Ki Dahlan mengulang-ulang pelajaran ayat tersebut hingga
berkali-kali. Diskusi berlangsung hingga para mahasiswa memahami jika ketaatan
beribadah tanpa kesadaran sosial itu percuma bahkan celaka.
Topik kemudian saya
skip pada isu-isu yang selama ini menjadi medan pertempuran sejumlah kelompok
Islam. Saat itu terbukalah data jika kelompok Salafi getol bicara soal sunnah
misal jenggot, celana, nikab, panjang kerudung, dan semacamnya. Kelompok PKS
banyak bicara soal konflik Timur Tengah dari Palestin hingga Syiria. Kelompok
HTI bicara soal tips praktis menyelesaikan masalah bangsa: back to khilafah. Kelompok
NU bicara toleransi dan anti terorisme. Yang terakhir saya beberkan bagaimana
Muhammadiyah mengawal isu korupsi dan KPK, menggugat UU tentang air,
mengkritisi penanggulangan terorisme, dan pendidikan. Saya kemudian bertanya, “Mana
isu yang jelas terkait dengan kehidupan warga negara Indonesia?”
Setelah itu baru
saya bicara soal ideologi jurnalisme di dunia dan Indonesia. Dari peta “pertarungan
ideologi” yang saya ilustrasikan sebelumnya, mereka dengan cepat meraba
ideologi pers yang ada dan pernah ada.
****
Mungkin saya tidak berhak
mendefinisikan “Muhammadiyah”. Tapi begitulah saya mencoba membawa mahasiswa
untuk mengimajinasikan Muhammadiyah. Dalam pandangan saya Muhammadiyah itu
sebuah gagasan besar yang mencakup nilai-nilai yang universal. Saya tidak
berani mendefinisikan Muhammadiyah dari sisi panjang jilbab atau bahan celana.
Saya juga merasa bersalah jika menjelaskan Muhammadiyah hanya dalam isu pro
kontra ziarah kubur, jumlah rakaat salat tarawih, atau do’a qunut pada salat
subuh. Bagi saya itu mengecilkan Muhammadiyah. Muhammadiyah adalah gagasan
besar yang untuk memahaminya butuk imajinasi yang luas dan mendalam.
Barangkali ini
menjadi semacam kritik bagi mereka-mereka yang merasa paling berhak menafsirkan
Muhammadiyah. Cara-cara seperti menghardik di depan umum itu bukan saja
menyakiti hati tetapi justeru merugikan dalam konteks pertarungan wacana. Apalagi
jika itu dilakukan oleh orang yang memegang otoritas. Mestinya, dalam posisi
tersebut yang bersangkutan dapat berpikir lebih stratejik dan tidak main asal
gebuk. Cara-cara sporadis seperti itu justeru menimbulkan tanda tanya apalagi
bagi orang seperti saya yang punya kepekaan untuk membaca gerak personal dalam
sebuah Ormas.
Tantangan
Muhammadiyah kini semakin berat dari sisi politik massa. Dahulu basis massa
Muhammadiyah jelas adalah kelas menengah muslim (priyayai) dan kelas grass root
adalah milik NU. Saat ini kelas menengah muslim diperebutkan oleh PKS, HTI, dan
Salafi-Wahabi. NU lebih aman karena market share mereka hanya terganggu oleh
Salafi-Wahabi dan
MTA. Sementara itu, Muhammadiyah ibaratnya di tengah jalan.
Di depan ada PKS, HTI, dan Salafi-Wahabi yang semakin diminati OKB (Orang Kaya
Baru) dan di belakangnya sudah pasti milik NU.Keterlibatan Muhammadiyah pada isu agraria dan mineral dalam jihad konstitusi sejatinya adalah pintu masuk menuju massa kelas grassroot muslim. Hal ini juga diamini oleh intelektual muda muslim muhammad al-fayyadl. Namun, isu-isu seputar tampilan syar’i bagi saya justeru menempatkan kita menjadi follower dari PKS, HTI, dan Salafi-Wahabi. Ini bukan berarti isu tersebut tidak penting.
BalasHapusAgen Sakong BandarQ Online
Kontes SEO IDNSakong
Agen Agen Judi Online Terbaik Tahun 2017
Selamat pagi pak, kami ingin mengundang bapak untuk mengikuti Kontes SEO yang sedang kami selenggarakan saat ini dengan total hadiah 30jt untuk 20 orang pemenang
BalasHapus- Hadiah Pertama Rp 10.000.000,-
- Hadiah Kedua Rp 7.500.000,-
- Hadiah Ketiga Rp 5.000.000,-
- Hadiah Keempat Rp 2.000.000,-
- Hadiah Kelima Rp 1.000,000,-
- Hadiah Ke 6 - 10 Rp 500.000,-
- Hadiah Ke 11 - 20 Rp 200.000,-
Untuk keterangan lebih lanjut bapak bisa langsung mengunjungi situs resmi kami di www.IDNSakong.Co
Kontes Seo
BandarQ
Agen BandarQ
BandarQ Online
Sakong
Bandar Sakong
Sakong Online
BalasHapusInfo Game Online
Agen BandarQ Online
Agen Sakong Online
Agen Domino Online